Orang tua acap kali dengan maksud baik memperkenalkan gadget ke anak sejak dini biar melek teknologi dan kelak bisa bersaing dalam era digital. Padahal insiyur Silicon Valley sengaja mendesain apps agar mudah sekali dipakai end users. Buktinya ibu mertua saya jago main Facebook, mama saya juga lancar saja main WhatsApp. Lain cerita kalau mau jadi creator seperti Yuma Soerianto, coder asal Melbourne berusia sebelas tahun, yang mengaku belajar coding sejak umur enam tahun karena merasa PR sekolah kurang menantang (news.com.au).
Jadi bagaimana menjlain hubungan sehat dengan gadget?
Dr Kardash dalam "Glow Kids" membedakan antara "Digital Vegie" dan "Digital Candy". Â
Digital Vegie ibarat makanan sehat dimana gadget digunakan secara sadar untuk meningkatkan kualitas hidup offline seperti melakukan research, email urusan kerja, educational video bertema 'how to' (belajar coding, bahasa asing, memasak, kerajinan tangan, membuat perabot atau memecahkan masalah) dan video call dengan keluarga jauh ketika bertemu langsung tidak memungkinkan.
Sementara Digital Candy lebih bertujuan mencari adrenalin hits karena merasa bosan, hidup tidak ada tujuan jelas sehingga menjadikan dunia online sebagai pelarian. Contoh Digital Candy: sexting, hyper texting, kompulsif gaming, browsing internet terus menerus tanpa tujuan, mencari validasi sosial lewat sosmed.
Sebagai orang tua dengan dua anak kecil saya sendiri merasa hampir mustahil menghindari Digital Candy selamanya. Kadang saya memberi tablet ke anak (nonton Peppa Pig) agar tenang diam ketika mengguntingkan kuku atau ketika kami sibuk membereskan rumah. Untuk menyiasatinya, kita tegaskan main gadget hanya sekali-kali layaknya permen dan tidak boleh melewati batas waktu yang ditentukan.
Selain itu kita mengasosiakan gadget sebagai alat penunjang belajar (bukan utama karena otak anak kecil lebih riskan adiktif digital) dan komunikasi (video call dengan keluarga di Indonesia). Misalnya, putri saya tidak mengerti mengapa dinosaurus punah meski saya sudah jelaskan panjang lebar. Saya buka ayoutube, kasih lihat bagaimana jutaan tahun lalu meteor menghantam bumi, hemburan asap menutup atmospher hingga memusnahkan kehidupan.
Bagaimana dengan orang tua? Kalau Anda orang tua, tinggalkan gadget di meja belajar atau kerja ketika sampai rumah atau matikan saja kalau bisa. Percuma memberi Digital Vegie ke anak kalau orang tuanya sendiri hobi Digital Candy. Orang tua yang sibuk dengan gadget sendiri secara tidak langsung mengkomunikasi kepada anak: "kau tidak penting", "main handphone lebih asyik daripada sama kau". Mungkin karena itu wajar anak jaman sekarang lebih resah kehilangan gadget ketimbang orang tua.
Menurut hasil survei Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, 90% masyarakat Indonesia mengakses internet untuk chatting diikuti sosmed (kompas.com). Survei yang sama juga mengungkap 29.63% masyarakat Indonesia mengakses internet selama 4-7 jam (kompas.com). Angka tersebut sangat mungkin semakin meningkat tiap tahun.
Waktu tidak akan pernah kembali lagi. Orang tua yang kecanduan gadget suatu hari akan menyesal ketika anak beranjak dewasa pergi meninggalkan rumah memulai hidup mereka masing-masing karena tidak menikmati momen bersama ketika ada kesempatan.Â
Generasi muda berisiko membunuh masa depan sendiri karena kecanduan digital narkoba. Tiongkok menjadi negara pertama yang secara resmi menamai 'kecanduan online' sebagai gangguan klinis dan mendirikan kamp rehabilitasi untuk para remaja yang kecanduan (theguardian.com).