Hari pertama berlalu tanpa seorangpun datang menjenguk.Sepanjang hari aku hanya duduk termagu memandangi tubuhku di ruang kosong.Mulai dari kepala yang di perban  setelah di operasi.HIdung masih di tempelidengan masker dan di hubungkan dengan sebuah tabung oksigen.Juga masih menjalani infus, dan sebuah kabel yang di hubungkan dengan alat monitor untuk memantai detak jantung, tekanan darah.Kaki kirikupun di gantung, mungkin mengalami patah di bagian lutut.Aku hanya pasrah, merasa tak berdaya sama sekali.Kalau ingat kkematian trategis Papa, Mama dan Doi, rasanya aku akan berteriak keras lagi.Tak menegerti mengapa semua ini bisa menimpaku.
Pada hari kedua Opa dan Oma dari Solo datang ter-gopoh2 memasuki kamar lalu  keduanya berteriak histeris sambil mengguncang lengan kananku.Kulihat Oma jatuh terduduk dan perlahan pingsang di lantai.Sedang Opa menangis sambil menutup wajahnya.Cukup lama mereka di situ sampai malam harinya setelah mereka tenang, mereka mendekati aku lagi sambil berbisik.
"Cepat sembuh yah sayang.Opa dan Oma tetap bersama, dan mendokan mu pada Tuhan.Oma bawakan salib.Oma taruh di bawah bantalmu.Bunda Maria pasti mendengar doa kami, dan minta putra nya Jesus menyembuhkan."
Opapun  ber-kata2 pelan, tapi dia tak sanggup menahan tangisnya, sampai2 aku tak dengar apa yang dia ucapkan.Aku ingin berteriak dan merangkulnya.Tapi kutahu itu akan sia2 karena mereka tidak akan merasakannya.
Di hari ketiga, aku masih tetap koma, dan suster2 dan dokter datang bergantian memeriksa keadaan tubhku dengan seksama.Pada petang harinya, teman2 kelas datang bergerombol menjengukku.Kulihat teman karibku, Jenny juga datang membawa  dua tangkai bunga mawar.Ini membuat aku tersenyum.Dia masih ingat dengat bunga kesukaanku.Satu-persatu mereka datang mendekati dan memegang tanganku sambil berdoa bersama menundukkan kepala.
Beberap hari berikutnya, tidak seorangpun yang datang menjenguk.Setekah itu Oma dan Opa datang lagi.Mereka duduk terdiam sebentar, lalu Oma Oma bangkit dari kursinya  dan  membisikiku:"Oma akan tinggal menemani sampai kau  siuman. Opa akan pulang dulu ke Solo karena ada urusan,"
Opa masih terdiam, baddannya bergetar sembari berkata pelan hampir tak terdengar, bisiknya:
"Kami tak mau kehilangan kamu cu, semua family kita mendoakanmu sembuh kembanli.Tapi kita tidak mau tersiksa berkepanjangan.Seandainya Tuhan menghendakimu, dengan berat hati kami sudah siap,"
Dia terdiam lagi.Air matanya mengucur terus.Genfgamannya kulihat semakin erat di tanganku.Sebelum pergi sayup2 keduanya berdoa Bapak Kami, lalu disambung dengan Salam Marya.Memang kami dari keluarga Katolik.Sepeninggal mereka suasana jadi sepi kembali.Namun tak disangka, Teddy pacarku juga datang dari Singapura.Dia langsung berlutut di pinggir ranjangku lalu nangis tersisak, kepalanya di a letakkan dekat kepalaku sambil terus menagis.Namun dia akhirnya berbisik juga dekat telingaku:
"Ma'af Mira, aku baru dengar.Sorry.......Aku turut berduka......"
Kembali aku menangis mendengarnya.Terisak tapi tetap menatapnya dari  belakang di tepi ranjang.Dia terus kutatap dan mendengar kata2nya yang dia campur dengan beberapa doa yang dia panjatkan pada Tuhan.Setelah itu dia menyanyikan  sebuah lagu rohani.Lagu yang biasa kami berdua nyanyikan di gereja.Sayup2 kudengar dia berucap:"Tuhan terjadilah menurut kehendakmu,"