Menjelang akhir musim dingin di AS hawa dingin rupanya masih enggan berlalu.Kadang hari ini terasa panas, tapi ke esokan harinya berubah jadi dingin.Malah salju2 tipis sekali2 turun menyelimuti permukaan tanah. Budi, pensiunan pekerja konstruksi di New York, setiap bangun tidur, selalu berada di belakang jendela kaca apartment kecilnya.Dari sana dia mengamati pemandangan di luar gedung.
Bila cuaca bagus, dia bersama istri pergi belanja di sebuah super market yang pemiliknya orang Cina Hongkong, menjual bahan makanan minuman dari Asia.Kadang mereka pergi mencicipi masakan Mexico di sebuah restaurant tidak terlalu mewah di sekitar situ.Tapi bila pagi tidak bersahabat, dimana pemandangan di luar lagi suram, di amuk salju2 tipis beterbagan kemana2, maka tidak ada kegiatan lain selain berdiam di kamar, nonton tv, menulis, atau baca buku pinjaman dari library.
Hari Sabtu lalu nampaknya hari kembali kelabu, gerimis yang mulanya rintik, perlahan menjadi deras di warnai dengan serpihan2 salju hinggap di atas jejeran mobil terparkir di depan.Pejalan kakipun berjalan ter-gopoh2 di atas trotoar sempit.Cukup lama Budi termangu ditempatnya, hanyut dibawa pikiran bawah sadarnya kesuatu tempat samar2, kemudian terlihat semakin nyata.Terbayang di pelupuk matanya wajah seorang perempuan ethis cina tersenyum manis diluar sana, di balik kerimbunan daun2 pohon cemara.
"dr. Chen, I miss you," gumannya lirih, hampir tak kedengaran.
Lamunannya terus melayang, kesebuah ruang kecil, dimana sang dokter bekerja.Dari sana gambar2 itu pindah ke sebuah taman asri nan indah dan ada dua bocah asyik bermain.Dia dan si dokter, a single mother asyik memperhatikan kedua bocah saling bermain umpet2an.
Budi yang mulanya hanya salah seorang pasien bu dokter, akhirnya keduanya menjadi akrab.Mulanya sih, perkenalan mereka biasa saja.Namun lambat laun menjadi tambah akrab, karena sang dokter ternyata seorang pendengar yang baik.Dia juga menjadi tempat si Budi menumpahkan kesulitan dan berbagai macam penyakit tua yang di deritanya.His primary dokter, seusia anak perempuannya, menjadi tumpuan di saat mereka ber-cakap2.
Dari atas masker bu dokter, Budi selalu perhatikan kedua matanya berbinar memberi semangat bila dia sedang galau.Ini yang membuat Budi terpincut.Namun perbedaan usia yang mencolok, membuat mereka terus bertahan menjaga jarak.Yang ada hanya persahabatan antara seorang dokter dan pasien.Tak ada yang lain. Dan ini terus berlanjut sampai suatu hari Budi dikejutkan dengan berita bahwa dokter Chen hari Itu tidak masuk dan di ganti dokter lain.
"why?" tanya Budi singkat.
"The doctor was hospitalized in Elmhurst "
"Since when?” tanyanya lagi sedikit cemas.
"Two weeks ago,"
"Okay, very sorry to hear that.I cancel my appointment,"
Ada perasaan tidak enak hari itu.Namun dia hibur dirinya.Pasti dia akan di berkati Tuhan dan sehat kembali, pikirnya. Lalu dua hari kemudian dia telepon lagi.Ingin tahu keadaan dr.Chen.Namun jawaban dari sana betul2 sangat mengejutkan.
"She had passed away,"
"When?" teriak Budi
"Yesterday."
"Why, how!!!"
"Cancer."
Budi ingat betul.Disaat mendengar berita sedih itu, dia teriak2 sambil menangis.
Kembali dia menengok keluar, terlihat hujan sedang lebat bercampur salju.Ketika pandangannya mulai kabur dan ber-kaca2, dia melangkah pelan ke arah sebuah kabinet kecil, lalu mengeluarkan secarik kertas.
Didalamnya ada beberapa bait puisi yang dia tulis awut2an:
-Kuingin lebih lama bersamamu
Lebih sering bercanda dan berpelukan
Hari2 berlalu terasa kosong tanpa kamu
Namun ada kenangan manis yang tersisa.
Dan ada tawa di dalamnya.
kini tak ada lagi sakit dan air mata
Hanya ada secuil harapan
Bertemu denganmu lagi di suatu waktu
Kamu telah menyemangatiku
Melalui hari2 gelap dan kelam
Cahayamu...........CahayaNya......
Masih tetap memancar
Tidak akan kubiarkan mereka redup
Tiba2 kertas kumal itu di perciki dua tetes air mata.Eh, Budi nangis......!!!!
Dia berbalik lagi kearah jendela.Pemandangan di luar masih kelabu.Angin tambah kencang menerpa kaca jendela.Serpihan2 salju juga banyak menempel disana.Di saat dia akan berlalu,sempat dia lihat sebuah payung merah melintas pelan menyeberangi jalan.
Ini membuatnya tersenyum kecil.Mengingatkan satu sore menemani dokter Chen pulang kerumah menggunakan sebuah payung ber warna merah.Karena payungnya kecil, mereka berjalan saling merapat membuat jantungnya berdegup keras.Dan disaat teman wanitanya pamit, dia sudah tak tahan lagi hingga memeluk dan menciumnya dengan cepat.
Tak disangka bibir Budipun di lumat sebentar lalu di lepas perlahan membuatnya terasa melayang ke langit ke tujuh belas.Dia pandangi terus karibnya yang ber-lari2 kecil memasuki hall lebar.Setelah itu dia berlari keluar gedung di tengah hujan lebat lalu berjingkrak ke girangan.Payungnya pun dia tidak hiraukan melayang di terjang angin keras.
Seketika terbesit senyum lebar di wajah Budi mengingat moment itu.
"Puji Tuhan.Terima kasih dr.Chen.Kau telah mengobati batin dan jasmaniku.Libidoku ternyata masih bagus.Syukur belum terjangkit penyakit B.M.W (Burungnya Menneng Wae)
Senyum Budi semakin lebar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H