Mohon tunggu...
Hendra Josuf
Hendra Josuf Mohon Tunggu... Lainnya - berdiam di new york city, usa

sekolah tinggi bahasa asing di tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Bersalju

8 Mei 2023   07:51 Diperbarui: 14 Juni 2023   05:47 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Menjelang akhir musim dingin di AS  hawa dingin rupanya masih  enggan  berlalu.Kadang hari ini  terasa panas, tapi ke esokan harinya berubah jadi dingin.Malah salju2 tipis sekali2  turun menyelimuti permukaan tanah. Budi, pensiunan pekerja konstruksi  di New York, setiap bangun tidur, selalu berada di belakang jendela kaca apartment kecilnya.Dari sana dia  mengamati pemandangan di luar gedung.

Bila cuaca bagus, dia bersama istri pergi belanja di sebuah super market  yang pemiliknya orang Cina Hongkong, menjual bahan makanan minuman dari Asia.Kadang mereka pergi mencicipi masakan Mexico di sebuah restaurant tidak terlalu mewah di sekitar situ.Tapi bila pagi  tidak bersahabat, dimana pemandangan di luar lagi suram, di amuk salju2 tipis beterbagan  kemana2, maka tidak ada kegiatan lain selain berdiam di kamar, nonton tv, menulis, atau baca buku pinjaman dari library.

Hari Sabtu lalu nampaknya hari kembali kelabu, gerimis yang mulanya rintik, perlahan menjadi deras di warnai dengan serpihan2 salju hinggap di atas  jejeran mobil terparkir di depan.Pejalan kakipun berjalan ter-gopoh2 di atas trotoar  sempit.Cukup lama Budi termangu ditempatnya, hanyut dibawa pikiran bawah sadarnya kesuatu tempat samar2, kemudian terlihat semakin nyata.Terbayang di pelupuk matanya  wajah seorang perempuan ethis cina tersenyum manis diluar sana, di balik kerimbunan  daun2 pohon cemara.

"dr. Chen, I miss you," gumannya lirih, hampir tak kedengaran.

Lamunannya terus melayang, kesebuah  ruang kecil, dimana sang dokter  bekerja.Dari sana gambar2 itu pindah ke sebuah taman asri nan indah dan  ada dua bocah asyik bermain.Dia dan si dokter, a single mother asyik memperhatikan kedua bocah saling bermain umpet2an.

Budi  yang mulanya hanya salah seorang pasien bu dokter, akhirnya keduanya menjadi akrab.Mulanya sih, perkenalan mereka biasa saja.Namun lambat laun menjadi tambah akrab, karena sang dokter ternyata seorang pendengar yang baik.Dia juga menjadi tempat si Budi menumpahkan kesulitan dan  berbagai macam penyakit tua yang di deritanya.His primary dokter, seusia anak perempuannya, menjadi tumpuan di saat mereka ber-cakap2.

Dari  atas masker bu dokter, Budi selalu perhatikan kedua matanya berbinar memberi semangat bila dia sedang galau.Ini yang membuat Budi terpincut.Namun perbedaan usia yang mencolok, membuat mereka terus bertahan menjaga jarak.Yang ada hanya persahabatan antara seorang dokter dan pasien.Tak ada yang lain. Dan ini terus berlanjut sampai suatu hari Budi  dikejutkan dengan berita bahwa  dokter Chen hari Itu tidak masuk dan di ganti dokter lain.

"why?" tanya Budi singkat.

"The doctor was hospitalized in Elmhurst "

"Since when?” tanyanya lagi sedikit cemas.

"Two weeks ago,"

"Okay, very sorry to hear that.I cancel my appointment,"

Ada perasaan tidak enak hari itu.Namun dia hibur dirinya.Pasti dia akan di berkati Tuhan dan sehat kembali, pikirnya. Lalu  dua hari kemudian dia  telepon lagi.Ingin tahu keadaan dr.Chen.Namun jawaban dari sana betul2 sangat mengejutkan.

"She had passed away,"

"When?" teriak Budi

"Yesterday."

"Why, how!!!" 

"Cancer."

Budi ingat betul.Disaat mendengar berita sedih itu, dia teriak2 sambil menangis.

Kembali dia menengok keluar, terlihat hujan sedang lebat bercampur salju.Ketika pandangannya mulai kabur dan ber-kaca2, dia melangkah pelan ke arah  sebuah kabinet kecil, lalu mengeluarkan secarik kertas.

Didalamnya ada beberapa bait puisi yang dia tulis awut2an:

-Kuingin  lebih lama bersamamu

Lebih sering bercanda dan berpelukan

Hari2 berlalu terasa kosong tanpa kamu

Namun ada kenangan manis yang tersisa.

Dan ada tawa  di dalamnya.

kini  tak ada  lagi sakit dan air mata

Hanya ada secuil harapan

Bertemu denganmu lagi di suatu waktu

Kamu telah menyemangatiku

Melalui hari2 gelap dan kelam

Cahayamu...........CahayaNya......

Masih tetap memancar

Tidak akan kubiarkan mereka redup

Tiba2 kertas kumal itu di perciki dua tetes air mata.Eh, Budi nangis......!!!!

Dia berbalik lagi kearah jendela.Pemandangan di luar masih kelabu.Angin tambah kencang menerpa  kaca jendela.Serpihan2 salju juga banyak menempel disana.Di saat dia akan berlalu,sempat dia lihat sebuah payung merah melintas pelan menyeberangi jalan.

Ini membuatnya tersenyum kecil.Mengingatkan satu sore menemani dokter Chen pulang kerumah menggunakan  sebuah payung ber warna merah.Karena payungnya  kecil, mereka berjalan saling merapat  membuat  jantungnya berdegup keras.Dan disaat teman wanitanya pamit, dia sudah tak tahan lagi  hingga memeluk dan menciumnya  dengan cepat.

Tak disangka bibir Budipun di lumat sebentar lalu di lepas perlahan membuatnya terasa melayang ke langit ke tujuh belas.Dia pandangi terus karibnya yang ber-lari2 kecil  memasuki hall lebar.Setelah itu dia berlari keluar gedung di tengah hujan lebat lalu berjingkrak ke girangan.Payungnya pun dia tidak hiraukan melayang di terjang angin keras.

Seketika terbesit senyum lebar di wajah Budi mengingat moment itu.

"Puji Tuhan.Terima kasih dr.Chen.Kau telah mengobati batin dan jasmaniku.Libidoku ternyata  masih bagus.Syukur belum  terjangkit penyakit B.M.W (Burungnya Menneng Wae)

Senyum Budi semakin  lebar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun