Mohon tunggu...
Hendra Josuf
Hendra Josuf Mohon Tunggu... Lainnya - berdiam di new york city, usa

sekolah tinggi bahasa asing di tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gerimis Mengingatkan

21 Juni 2022   08:45 Diperbarui: 28 Juni 2022   06:50 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cuaca petang itu sedikit berkabut. Awan2 hitam nampak menggantung di atas bukit yang sebentar lagi akan di lalui Irwan buat melatih ke dua otot kakinya. Di penghujung musim Semi hujan kecil sekali2 mengguyur kota Philadelphia.Walau rintik, tapi sedikitnya dapat menyegarkan bunga2 lavender di teras rumahnya.

Dan mendung rupanya tak menyurutkan niat Irwan melakukan aktifitas hariannya, menelusuri jalan setapak  melingkar di sisi hutan kecil dekat kediamannya. Di tempat itu hampir2 dia tak menemui seorangpun kecuali mobil yang melintas setiap 10 menit. Kota kecil ini telah membuatnya terbiasa dan menerima lingkungan yang sepi, jauh dari keramaian, dan setiap hari  menemui rumah2 yang tertutup rapat di empat musim.

Tiba di pertengahan hutan, dia berhenti sejenak  menarik nafas dalam sembari mendongak keatas ranting2 kecil.Diatas sana  se ekor burung gereja mencicit dan ber-ayung2.

Tiba2  dia melompat kesamping sewaktu seekor bajing menyerempet kaki kirinya.

"Sialan luh," umpatnya.

Perlahan dia lanjutkan langkahnya, mula2 berjarak pendek2, kemudian lebih cepat, semakin cepat dan akhirnya dia berlari cepat sambil ngos2an.

Sementara itu senja sudah bertambah kelabu. Pepohonan mulai nampak ke hitaman, dan kabut tipis melayang  di atas permukaan tanah.Lampu2 jalanpun mulai menyala satu persatu, tapi tidak sanggup menembus tebalnya kabut.Ada kalanya dia membungkuk menarik nafas lalu lanjut lagi, se-olah2 dia membawa sesuatu di pundaknya yang dia tidak tahu mau di bawa kemana.

Akhirnya gereimis jatuh juga. Angin yang sedikit kencang menerpa wajahnya, membuat kuyup juga kemeja yang sudah mulai lusuh.CIcitan burung juga sudah berhenti.Bajing pun sudah tak nampak lagi.Hanya lampu2 mobil yang menyorot  sekali-sekali. .Gerimis berangsur lebat,tapi dia tidak beranjak dari tempatnya.Deretan hutan hitam, lampu mobil,dan suasana mencekam menyeret dia ke alam lain.Ada gambar lalu lintas  di penuhi mobil di tengah  keruwetan jalan raya.Ribuan kendaraan bersileweran di sekitarnya dan di tenggarai suara klakson berganian.

Di bawah sadar, dia perhatikan wiper di depan kaca lagi sibuk menyapu air hujan.Perempuan muda di dekatnya serius menatap lurus kedepan.Keduanya membisu, lama sekali, di hantui dengan pikirannya masing2.Blok demi blok mereka lalui dalam ke bisuan sampai Irwan memecah kekauan itu.

"Okay hon, you can drop me  on the next blok.I can take a short walk from there,"

Perempuan di sebelahnya tidak bereaksi,mematung, menatap ke depan dari balik kaca mobil.Perlahan dia menoleh, memperlihatkan kedua matanya yang berair.

"Thank you for everything," ujarnya hampir tak terdengar.

"No,no......no......I thank you very much........You have saved my life, during and after the pandemic.I really appreciate it.But this love doesn't work.Wrong place and wrong time,"

"I know, so many hindrances ahead.We couldn't make it,"

Mereka terdiam  sesaat lagi hingga Irwan bergeser hendak mengulum bibir perempuan yang telah merawatnya di rumah sakit.Perawatan yang lembut di penuhi dedikasi tanpa pamrih telah menabur benih2 cinta di antara keduanya.

"Take care your husband and the kids,"

"You, too" sahutnya lirih

Irwan tersenyum lalu membalas

"My grandkids are not kids anymore."

"Then you are cute and kind grandpa,"

Mereka semakin dekat, bibir mungil itu tidak jadi Irwan  cium  karena si perawat memalingkan wajah, namun dia sempat juga merasakan  pipinya yang dingin dan  asin  oleh air mata.

Di luar mobil, Irwan di sambut terpaan hujan lebat, dingin dan kegelapan yang mencekam.Dari keremangan trotoar, dia pandangi terus Sarah, juru rawat yang namanya sempat terselip di relung dadanya.

"Hey, watch where you going man,!!!!!"

Lengkingan suara lelaki bule itu membuat Irwan tersadar dari lamunannya.Dia hampir saja di tabrak pengendara sepeda.

Dia lalu raba rambut, wajah, baju, semuanya  pada kuyup

Tidaklah mengapa, pikirnya, hidup tidak selalu  mulus.Sekilas terbayang wajah si perawat tersenyum manis dari balik sinar lampu jalanan.

Dia melangkah pulang.

Foto: brides.com
Foto: brides.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun