Tanpa berpikir panjang, dia menaruh laptopnya di dekat kompor, lalu menyalakan kompor seperti biasa. Sejurus kemudian, ia tersadar bahwa ada kesalahan besar dalam tindakannya, dan segera mematikan kompor.Â
Okta pun merenung sejenak, memandangi laptopnya yang sudutnya telanjur terjilat sedikit oleh api kompor, dan tersenyum sinis sambil mengelus perutnya yang mulai makin lapar.
Rasa jengkel yang menjalar akhirnya membuatnya mengomel di dalam hati, tapi kembali ke soal yang masih sama di benaknya.
"Kita nih kan nggak bisa jadi hakim, cuma bisa ngasih tahu aja ya, bahwa ngemis online itu nggak sama dengan crowdfunding. Kalo itu jelas: c r o w d f u n d i n g... penggalangan dana... biasanya buat hal-hal yang urgent atau memang butuh dana, seperti buat biaya pengobatan, pendidikan, atau sumbangan buat bencana alam. Lah, yang ngemis? Nggak ada urgensi, kayak nggak ada usaha juga!"
Okta masih terdiam di dapur sambil memandangi salah satu sudut laptopnya yang hangus. Dia lalu berpaling ke arah jendela dapur, dan menatap kosong ke arah luar.
Kemudian dia menutup matanya dan menghirup napas dalam-dalam sebelum melanjutkan pembicaraannya sendiri.
"Usaha itu kan macem-macem? Yang penting kreatiflah, jangan pakai segala macam aneh-aneh orang disiram, bikin konten juga nyesatin orang... belum lagi... hiiih...!"
Okta gemas sendiri, lalu melangkah kembali ke arah meja rias.
Dia berdiri di depan cermin, menatap dirinya dengan penuh kebingungan. Ia meraba-raba tasnya dan melihat kantong kosong di dalamnya.
Matanya menatap lurus ke arah cermin, mencari jawaban atas kebingungannya. Lalu ia menghela nafas dan tersenyum pahit. Dia ingin bersuara mengatakan sesuatu kepada dirinya di dalam cermin, namun bibirnya hanya bergetar pelan.
Dengan kedua kelopak mata yang pelan-pelan menutup, Okta kembali menghela napas kemudian berbisik di dalam hatinya.
"Yang penting kalo aku nggak mau kalo cuma merugikan orang lain. Kita ini manusia produktif, juga kreatif. Kalo bisa cari duit dengan cara yang baik, pasti bisa bikin hidup juga lebih baik. Buat yang nggak mau jadi baik, ngapain juga aku pikirin sampai segininya??"
Okta tersenyum, lalu mengambil ponselnya dan membuka aplikasi lain. Dengan semangat, dia mencari referensi untuk produk kerajinan tangan yang dia buat sendiri dengan tekun selama beberapa hari terakhir ini.