Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prostitusi Pelajar Autokritik Kurikulum Pendidikan

4 Februari 2025   01:30 Diperbarui: 4 Februari 2025   00:21 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelecehan seksual (sumber: megapolitan.kompas.com)

Artinya, kontribusi yang menjadi kontrol paling besar tak lain adalah lingkungan keluarga. Selebihnya adalah ruang bagi lembaga pendidikan dalam memberi pemahaman perihal realitas pergaulan bebas. Dalam area ini, peran keluarga kemudian berubah sebagai tim monitoring. Dengan posisi saling mendukung dengan prinsip-prinsip yang edukatif.

Lembaga Pendidikan Sebagai Edukator Moral

Ruang edukator moral ini jika meminjam paradigma Immanuel Kant terletak pada kritik akal budi. Dimana yang baik dikatakan baik, dan yang buruk dikatakan buruk. Dalam pengertian kesadaran diri bagi setiap manusia. Bukan semata-mata karena sifat subjektif dengan menihilkan objektivitas yang realistis.

Sama halnya dalam ruang pendidikan, yang tak lepas dari paradigma moralitas manusia. Ruang pendidikan merupakan salah satu instrumen penting dalam mengasah akal budi sebagai manusia yang dapat dikatakan baik. Jika hal ini terdistorsi dengan adanya orientasi pragmatis, tentu moralitas yang terbangun akan runtuh dengan sendirinya.

Jika ruang edukator moral telah beralih orientasi, wajar jika perilaku penyimpangan sosial akan menjadi hal yang wajar. Khususnya pembenaran dalam kontrol moral yang bersifat subjektif. Inilah yang menjadi problematika lembaga pendidikan ditengah arus digitalisasi saat ini.

Kurikulum Pendidikan Penguatan Moral dan Etika

Dalam wacana ini kiranya penguatan moral dan etika sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Baik melalui pendekatan kurikulum yang humanis, maupun peran serta keluarga melalui berbagai kegiatan kolaboratif. Dimana dalam pelaksanaannya ada aturan yang tegas dan mengikat antar berbagai pihak. Baik dari lingkungan keluarga ataupun lembaga pendidikan dan masyarakat.

Sehingga, upaya penyelarasan kurikulum yang berorientasi pada urgensi moral dan etika dapat berjalan dengan baik. Termasuk dalam metode pembelajaran yang fokus pada masa depan generasi bangsa. Khususnya dalam melihat berbagai fenomena global dalam tujuan menjaga identitas budaya bangsa agar tidak terdistorsi secara radikal.

Fenomena prostitusi di kalangan pelajar, adalah satu diantara problematika yang dihadapi generasi muda saat ini. Belum lagi realitas perihal LGBT yang juga menjadi topik penting dalam kontrasnya modernisasi.

Semoga bermanfaat, terima kasih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun