Sabeni, sebuah nama yang identik pada masyarakat Betawi. Populer dikala Alm. Benyamin Sueb memakai namanya dalam lakon Si Doel Anak Sekolahan. Identifikasi lainnya lebih kepada sosok seorang jawara, yang jago dalam olah  kanuragan.Â
Di Jakarta, pada awal abad ke 18, terkenal sebagai wilayah masyarakat Betawi. Sebuah suku yang terbentuk dari beragam etnis dan budaya. Lantaran Jakarta (Batavia) kala itu, menjadi transit para pedagang dunia dibawah kekuasaan Belanda.
Masyarakat Betawi memang telah ada sejak kolonialisme bangsa asing masuk ke Indonesia. Maka wajar, jika praktik/tindak kolonialisasi yang terjadi kerap mendapatkan pertentangan dan perlawanan dari masyarakat lokal.
Demikian dengan Sabeni, seorang jago asal Tanah Abang. Serupa dengan kisah Pitung, atau Mirah, Sabeni menjadi sosok yang ditakuti oleh penguasa koloni (kompeni). Termasuk para pengacau (bandit) yang menyengsarakan rakyat.
Kolonialisasi yang terjadi di Batavia (Betawi) memang membuat rakyat sengsara, ditambah dengan maraknya aksi tindak pidana yang merugikan rakyat. Disitulah, kisah perjuangan Sabeni mengemuka dengan tindak tanduknya sebagai jawara.
Sabeni tidak hanya tenar di Tanah Abang, di Kemayoran namanya kerap disebut sebagai jago yang tidak mudah kalah. Buku Ensiklopedia Jakarta (2009) diceritakan bahwa Sabeni pernah mengalahkan seorang jago dari Cina utusan Belanda.
Bukannya mundur, Sabeni justru mampu atasi semua centeng Belanda, termasuk para rampok yang waktu itu merajalela. Sosok Sabeni pun tenar karena keberanian dan kesaktian. Termasuk seni ilmu pukulan Sabeni yang diciptakannya.
Bahkan Macan Kemayoran, Murtado pernah dibuatnya mundur kewalahan ketika Sabeni hendak mempersunting anaknya. Inilah kiranya cikal bakal adat lamaran ala Betawi, Palang Pintu yang membudaya.Â
Sabeni yang kini dijadikan nama jalan di Kebon Melati, kawasan Tanah Abang, memang memiliki kisah sejarah unik. Tak banyak generasi alpha yang kenal dengan kebesaran nama beliau dahulu. Apalagi perihal sepak terjang dan perjuangannya.
Era Sabeni memang berbeda dengan era Pitung, masa pergolakan Sabeni lebih revolusioner. Semasa dengan Entong Gendut asal Condet, Sabeni melakukan perlawanan hingga dua masa. Fase pendudukan Belanda hingga Jepang.
Di masa Jepang, tindak tanduk Sabeni sekedar jadi pantauan. Karena beliau lebih fokus mengajarkan olah kanuragan pada para pemuda setempat. Dimana rata-rata adalah para pejuang pro kemerdekaan.
Konon, Jepang terkecoh karena silat Bang Sabeni diidentifikasi sebagai seni tari tradisional Betawi. Jadi tidak diwaspadai sebagai seorang pejuang dan ulama yang juga aktif mengajarkan semangat nasionalisme bagi murid-muridnya.
Namun Sabeni tidak sempat merasakan kemerdekaan bangsanya. Beliau meninggal dua hari tepat sebelum Proklamasi Kemerdekan Indonesia diproklamirkan pada usia 85 tahun.
H. Sabeni dimakamkan di Tanah Abang, tempat kelahirannya. Seni pukulan Sabeni pun sampai kini tetap melegenda. Tanpa mengurangi rasa bangga terhadapnya, Alm. Benyamin Sueb kerap "meminjam" nama Sabeni dalam aktivitas seni peran.
Demikian sepenggal kisah sejarah dari para jago asal Betawi pada masa revolusi fisik.
Semoga bermanfaat, dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H