Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan Terjal Pasar Tradisional Hadapi Era Digital

26 Juli 2024   05:00 Diperbarui: 26 Juli 2024   06:57 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lapak sayur di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur (Sumber: dokpri)

"Apapun kebutuhanmu, kini semua bisa kamu dapatkan melalui pasar digital!", sebuah pameo yang satir untuk didengar. Walau tampak berangkat dari realitas perilaku ekonomi saat ini. Dimana perilakunya bukan sebatas jual beli urusan sandang dan papan semata.

Khususnya soal kebutuhan pangan, dengan konsep efisiensi melalui berbagai platform pasar digital. Hal ini tentu bukanlah tanpa alasan, melainkan faktor kebutuhan utama di era industri 4.0. Walaupun realitas ini menimbulkan konsekuensi besar.

Seperti, makin sedikitnya lapak penjual kebutuhan pangan di berbagai pasar tradisional. Alih fungsi digitalisasi kerap disebut sebagai biang keladinya. Sebuah transformasi ekonomi yang kiranya membuat efek domino dalam locus sosial masyarakat.

Tak terkecuali perihal perubahan budaya dalam orientasi konsumerisme. Seperti yang diungkapkan oleh Tjiptono Chandra (2021), yakni terciptanya paradigma baru dalam melakukan bisnis tranformasional. Inilah poin utama konsep e-commerce tahap selanjutnya.

Transformasi Pasar Tradisional Menuju Digital

Di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, sebagai salah satu sentra jual beli kebutuhan pokok pun kini terlihat mulai beradaptasi. Beberapa pedagang kebutuhan pangan juga telah memainkan metode digital marketing sambil berjualan secara langsung.

Keterbukaan dalam hadapi era digital bagi para pedagang menjadi sebuah keniscayaan. Seiring perkembangan zaman, dan tentunya dalam aspek persaingan ekonomi. Kita tentu paham, bagaimana banyak pelaku usaha di mal yang kini memilih untuk alih strategi.

Walaupun banyak pula yang tetap mempertahankan tradisionalitas sebagai modal ekonomi yang sarat nilai. Dalam konsepsi ini, kita dapat analisa bagaimana modal usaha memainkan peran penting dalam perilaku ekonomi kontemporer.

Bukan sekedar mempertahankan prinsip, tanpa keterbukaan demi mendorong ketercapaian ekonomi. H. Paquette (2013), pernah menjelaskan, bahwa situs jaringan sosial saat ini telah menjadi jalan bagi para pengecer untuk memperluas pemasaran.

Maka, mau tidak mau para penjual wajib mengikuti budaya baru tersebut sebagai upaya mempertahankan dagangannya. "Kita biasa live ketika dagang mas, kadang ada saja yang pesan untuk dikirimkan", ungkap Mas Tri kepada penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun