Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Carbon Capture Storage, Ini Kata Aktivis Lingkungan

24 Desember 2023   06:00 Diperbarui: 24 Desember 2023   06:13 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Argumentasi terkait Carbon Capture and Storage (CCS) tiba-tiba menjadi topik hangat yang patut diulas. Tak lain karena ketika debat Cawapres kemarin (22/12), dianggap sebagai sebuah wacana dalam upaya mengurai krisis iklim. Namun, benarkah demikian?

CCS saat ini memang dianggap sebagai salah satu solusi dalam mengurai tersebarnya carbon ke atmosfer. Dikarenakan industri-industri besar yang selalu bersinggungan dengan persoalan lingkungan, menjadi kontributor utama permasalahan emisi carbon ini.

Semisal, seperti industri semen di Indonesia, yang disebutkan sebagai salah satu penghasil karbon terbesar setelah PLTU. Selain dari industri lain yang memiliki emisi negatif bagi lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, kita dapat ikuti rekam jejak olah limbah yang ada.

Tak lain karena sistem regulasi pengolahan limbah atau emisi buang masih belum dapat diterapkan secara baik saat ini. Serupa dengan apa yang diungkap oleh Greenpeace, dalam jurnal False Hope, Why Carbon Capture and Storage won't save the climate, 2008.

Dengan regulasi olah limbah yang belum dapat dijalankan secara efektif di Indonesia. Lantaran dalam proses penguraiannya akan menimbulkan beragam konsekuensi yang berbahaya. Walau di Asia, Indonesia telah menerapkan regulasi hukum dalam hal ini.

Khususnya di sektor migas, melalui Permen ESDM Th. 2023 Tentang CCS di bidang industri. Namun, banyaknya potensi negatif yang jadi klausul kerusakan lingkungan, justru membuat CCS dianggap tidak layak dijalankan. Apalagi dengan dana yang besar.

Di Kendeng pun demikian, persoalan emisi karbon yang dihasilkan pabrik semen, memberi dampak buruk bagi para petani. Sama halnya apa yang terjadi di Tuban, debu hasil emisi industri selain merusak tanaman, juga memberi dampak buruk terhadap warga.

Khususnya dalam aspek kesehatan warga, dengan persoalan ISPA sebagai dampaknya. Belum lagi perihal kompensasi yang kerap menjadi area konflik tak berkesudahan. Regulasi kebijakan dan hukum, sudah menjadi hal utama ketika wacana ini mengemuka.

"Kalau musim kemarau, debunya itu lho mas, yang sering membuat warga mengeluh", ungkap salah seorang warga di Kendeng.

Rata-rata, aktivis lingkungan yang menyoroti perihal CCS pun menganggapnya sebagai ilusi teknis dalam persoalan iklim saat ini. Bahkan di akun X Greenpeace menjelaskan, bahwa CCS adalah akal-akalan yang diusung oleh pelaku industri demi eksploitasi alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun