Debat capres dan cawapres adalah momen yang ditunggu publik setiap lima tahun sekali. Namun, beredarnya pernyataan KPU untuk meniadakan debat Cawapres, tentu hal ini membuat publik bertanya-tanya.
Banyak yang kemudian berargumen, bahwa porsi Cawapres tidak diperhitungkan, dan bahkan dinihilkan. Padahal urgensi sebagai Wakil Presiden kelak, pun sama halnya dengan Presiden. Lainnya mengatakan bahwa ada yang tengah diuntungkan.
Artinya, proses debat Cawapres sama pentingnya sebagai sosok pendamping Presiden yang memiliki fungsi vital dalam Pemerintah. Selain tugasnya dalam membantu Presiden ketika melaksanakan tugas-tugasnya.
Walau belakangan pernyataan KPU tersebut dianulir, seiring kegaduhan publik perihal peniadaan mekanisme debat antar Cawapres.
Debat Capres-Cawapres Sesuai Undang-Undang
Seperti yang ditegaskan dalam UU tentang Pemilu tahun 2017. Pada pasal 277 ayat 1 yang menjelaskan perihal Pasangan Calon dalam mekanisme debat. Sebagai bagian dari Metode Kampanye, seperti yang dijelaskan pada Pasal 275.
Pada Pasal tersebut ditegaskan bahwa Pasangan Calon adalah para kandidat yang terdiri dari Capres dan Cawapres. Serta wajib mengikuti 5 (kali) debat melalui mekanisme yang telah ditentukan.
Poin pentingnya adalah bagaimana proses debat secara terbuka tersajikan kepada publik. Namun, bukan hanya debat bagi para Capres semata, dengan menihilkan posisi Cawapres sebagai bagian dari kontestan Pemilu.
Hal ini tentu bagian yang sangat penting. Tak lain agar proses edukasi politik kepada para konstituen dapat berjalan baik. Khususnya perihal "janji politik" dalam setiap kampanye para kandidat. Relevansinya tentu banyak, jika dapat dikorelasikan.
Capres dan Cawapres adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jadi, bagi para pasangan haruslah memiliki visi dan misi yang baik untuk disajikan. Agar tidak terjadi sikap apologetisme ketika Pemerintahan telah berjalan. Khususnya kala menyampaikan gagasan.
Debat Dalam Proses Demokratisasi
Seperti yang telah dijelaskan oleh Muhammad Zein Iqbal dan Herly Dayanti (2020) dalam "Pembelajaran Debat". Bahwa debat adalah bagian penting dalam upaya mempertahankan gagasan dan pendapatnya terhadap orang orang lain.
Dengan manfaat yang positif bagi konstituen, khususnya dalam melihat gagasan, solusi, bahkan terobosan terkait realitas bangsa dari para calon. Termasuk dalam argumen-argumen yang dikemukakan dalam mode ilmiahnya sebagai janji kampanye.
Perihal janji kampanye, adalah perihal janji yang harus dilaksanakan ketika menjabat kelak. Entah kepada siapapun Pasangan Calon yang muncul sebagai kontestan Pemilu. Inilah yang masuk dalam bagian political communication dalam membangun opini publik.
Narasi bagi masa depan bangsa tentu menjadi wacana yang penting. Bukan sekedar berangkat melalui figur yang populer semata. Kita tentu paham, bagaimana popularitas tidak dapat menjamin perbaikan bangsa secara objektif seperti ungkap Dan Nimmo (2005).
Bila tidak ada konsep dan gagasan yang matang. Maka kiranya wajar jika para konstituen akan memiliki presenden negatif. Hal ini dikarenakan pilihan politis tidak bisa berangkat dari sekedar gimmick semata. Melainkan dalam wujud nyata dari sebuah harapan.
Perihal harapan konstituen ini, tentu harus menjadi prioritas bagi para Pasangan Calon. Demokrasi harus tetap dijunjung tinggi, karena ada hak rakyat yang harus direalisasikan. Entah melalui kebijakan publik atau keputusan lembaga negara yang menaunginya.
Jangan kemudian ada upaya sistemik dan sistematis bagi para konstituen yang sarat unsur "keterpaksaan". Lantaran hanya melihat dari sudut pandang seorang figur tanpa adanya pemahaman terhadap rekam jejaknya ketika menjadi pejabat publik.
Perihal Keputusan KPU Terkait Debat Kandidat
Perihal pernyataan KPU yang sempat membuat gaduh publik kiranya telah membuat berbagai macam prediksi politik. Dalam hal ini usai keputusan MK yang dipersoalkan, kini lagi-lagi perihal mekanisme Pemilu yang dianggap menguntungkan salah satu pihak.
Calon Wakil Presiden yang seharusnya mendapatkan porsi yang sepadan justru hilang melalui mekanisme yang tidak sesuai kaidah hukum dan aturan mengenai Pemilu. Dimana publik langsung menilainya secara skeptis.
Tak lain karena dianggap melanggar UU Pasal 277, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Lantas, bagaimana langkah yang dapat ditempuh, jika sewaktu-waktu terjadi perubahan-perubahan terkait prosesi Pemilu?
Pengawasan publik tentu saja menjadi hal yang paling vital saat ini. Jangan sampai karena tidak viral, maka tidak ada sikap dan upaya penyelesaian. Termasuk perihal pelanggaran-pelanggaran yang terjadi selama masa kampanye.
Dimana kita masih tabu perihal aturan kampanye pemilu seperti apa mekanisme pelaporan dan penindakkannya. Hal inilah yang seharusnya menjadi agenda utama Bawaslu dalam memberi edukasi bagi publik. Hingga polemik perihal debat ini.
Tentunya agar tidak terjadi miss persepsi perihal penyelenggaraan pemilu seperti yang tengah ramai diperbincangkan. Khususnya jika ada mekanisme yang berubah dalam prosesi menuju gelaran Pemilu. Seperti halnya agenda debat Capres dan Cawapres.
Publik tentunya selalu menanti bagaimana visi misi dari setiap paslon dapat disajikan dengan matang. Baik dalam bentuk agenda kerja, ide, gagasan, ataupun kebijakan-kebijakan yang hendak dilakukan secara konsisten.
Baik terhadap kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Publik kiranya menanti dengan harapan besar bagi masa depan bangsa.
Semoga bermanfaat, salam Pemilu damai, dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H