Debat Dalam Proses Demokratisasi
Seperti yang telah dijelaskan oleh Muhammad Zein Iqbal dan Herly Dayanti (2020) dalam "Pembelajaran Debat". Bahwa debat adalah bagian penting dalam upaya mempertahankan gagasan dan pendapatnya terhadap orang orang lain.
Dengan manfaat yang positif bagi konstituen, khususnya dalam melihat gagasan, solusi, bahkan terobosan terkait realitas bangsa dari para calon. Termasuk dalam argumen-argumen yang dikemukakan dalam mode ilmiahnya sebagai janji kampanye.
Perihal janji kampanye, adalah perihal janji yang harus dilaksanakan ketika menjabat kelak. Entah kepada siapapun Pasangan Calon yang muncul sebagai kontestan Pemilu. Inilah yang masuk dalam bagian political communication dalam membangun opini publik.
Narasi bagi masa depan bangsa tentu menjadi wacana yang penting. Bukan sekedar berangkat melalui figur yang populer semata. Kita tentu paham, bagaimana popularitas tidak dapat menjamin perbaikan bangsa secara objektif seperti ungkap Dan Nimmo (2005).
Bila tidak ada konsep dan gagasan yang matang. Maka kiranya wajar jika para konstituen akan memiliki presenden negatif. Hal ini dikarenakan pilihan politis tidak bisa berangkat dari sekedar gimmick semata. Melainkan dalam wujud nyata dari sebuah harapan.
Perihal harapan konstituen ini, tentu harus menjadi prioritas bagi para Pasangan Calon. Demokrasi harus tetap dijunjung tinggi, karena ada hak rakyat yang harus direalisasikan. Entah melalui kebijakan publik atau keputusan lembaga negara yang menaunginya.
Jangan kemudian ada upaya sistemik dan sistematis bagi para konstituen yang sarat unsur "keterpaksaan". Lantaran hanya melihat dari sudut pandang seorang figur tanpa adanya pemahaman terhadap rekam jejaknya ketika menjadi pejabat publik.
Perihal Keputusan KPU Terkait Debat Kandidat
Perihal pernyataan KPU yang sempat membuat gaduh publik kiranya telah membuat berbagai macam prediksi politik. Dalam hal ini usai keputusan MK yang dipersoalkan, kini lagi-lagi perihal mekanisme Pemilu yang dianggap menguntungkan salah satu pihak.
Calon Wakil Presiden yang seharusnya mendapatkan porsi yang sepadan justru hilang melalui mekanisme yang tidak sesuai kaidah hukum dan aturan mengenai Pemilu. Dimana publik langsung menilainya secara skeptis.