Francois Furet dan Denis Richet dalam "Revolusi Perancis", kiranya menjelaskan bagaimana proses peralihan kekuasaan yang terjadi. Gejolak politik yang ditumbulkan kelompok muda revolusioner, pada akhirnya membuat Perancis masuk dalam kemelut perang.
Kelompok muda yang awalnya bertindak sebagai kesatuan yang progresif justru berhadapan dengan rakyat. Ini adalah wujud faktual dari sejarah masa silam, yang menunjukkan secara tersirat bagaimana proyeksi membangun bangsa harus diprioritaskan.
Bukan sekedar membentuk opini publik, tanpa ada solusi yang baik guna kepentingan rakyat. Sama halnya kala masa Kebangkitan Nasional melanda Indonesia. Organisasi-kaum muda, rata-rata tidak berdiri lama, lantaran tujuan utamanya hanyalah eksistensi.
Seperti ISDV, yang berdiri pada tahun 1914 dan bubar pada tahun 1920. Walau disebutkan, banyak pemuda revolusioner yang lahir dari ISDV untuk mendiaspora dalam berbagai organisasi nasional kala itu. Pemberontakan 1926, disebut-sebut sebagai kesalahannya.
Artinya bahwa, progresifitas tanpa disertai ide besar dalam membangun proyeksi masa depan bangsa, sama halnya berperang tanpa angkat senjata. Lantaran sifatnya sekedar dijadikan ajang pembuktian tanpa disertai pandangan luas perihal konsep kebangsaan.
Bukan dalam konteks menihilkan eksistensi kaum muda, melainkan sekedar mengkritisi realitas politik yang ada. Khususnya dalam peran sertanya di panggung politik yang lebih mengedepankan visi misi bagi sebuah bangsa yang disertai optimisme.
Ide dan Gagasan Demi Masa Depan Bangsa
Membangun ide dan gagasan terkait bagaimana masa depan bangsa di masa yang akan datang, tentu menjadi harapan bagi setiap rakyat Indonesia. Trias politica, yang menjadi argumentasi Revolusi Perancis, kiranya pun harus balance dengan realita kebangsaan.
Baik dalam lembaga Eksekutif, Legislatif, ataupun Yudikatif. Dengan pandangan besar bagi realisasi harapan rakyat secara baik dalam iklim demokrasi. Dimana peran penting dalam merealisasikan balancing of goverment itu terletak pada tangan para pemudanya.
Inilah kiranya yang jadi catatan utamanya. Peran kaum muda, tak lain adalah menjaga proses demokratisasi dapat berjalan dengan positif. Seraya merealisasikan ide dan gagasan yang membumi guna kepentingan rakyat, walau dalam ruang politis.
Idealisme menjadi hal yang patut dipertahankan, karena memiliki tujuan positif. Termasuk membumikan ide dan gagasan terbaik bagi bangsa dan negara. Khususnya bagi para pelaku politik, pada gelaran Pemilu 2024. Tak terkecuali bagi para kandidatnya.