Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ambivalensi Anak Muda Dalam Pusaran Politik

2 Desember 2023   07:00 Diperbarui: 2 Desember 2023   07:02 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerakan politik kaum muda (sumber: Kemdikbud via Kompas.com)

Realitas ini merujuk pada eksistensi kelompok muda yang tampak pada ruang area politik kontemporer. Khususnya bagi sosok yang telah digadang-gadang sebagai wujud politisasi dan wakil dari anak-anak muda. Dengan level tertinggi dalam kontelasi Pemilu.

Tak lain karena beragam faktor dan kepentingan pragmatisnya tanpa memahami proses yang semestinya berlaku. Etika politik dan budaya politik seakan "runtuh" dengan mode "orang dalam". Pun perihal proses kaderisasi, yang identik dengan sisi ideologis.

Setiap partai tentu memiliki dasar ideologinya masing-masing, yang tak luput dari perspektif politisnya dalam skala mayor. Prosesi mekanisme yang strukturalis adalah faktor penting dalam setiap regenerasi kadernya. Pun terhadap setiap calon-calon tokoh politik.

Rivalitas yang tampak pun biasanya berkutat pada proyeksi masing-masing kader politik secara substansif. Bukan menyoal proyeksi terhadap visi misi kepartaian yang lebih general. Apalagi jika sosok yang muncul dianggap populis dan memiliki banyak pengikut.

Buktinya tentu kita semua tahu, bagaimana sebuah partai politik dapat seketika dipimpin oleh sosok non kader partai. Termasuk hal unik yang menjadi trend publik, sebagai wujud representasi sikap dari kaum muda. Dengan konotasi yang terkesan "dipaksakan".

Berbagai istilah gaul yang muncul, serta gimmick politik, tentu menjadi tantangan bagi masa depan demokratisasi. Bukan sekedar dalam upaya mendulang suara, melalui sosok yang secara tiba-tiba digadang-gadang sebagai wakil dari pada anak muda.

Ambivalensi Politik Anak Muda

Kita tentu paham bagaimana proses Revolusi Perancis yang terjadi pada tahun 1789. Seorang anak muda, Napoleon Bonaparte, pada akhirnya memegang tampuk kekuasaan tertinggi pasca revolusi berakhir.

Kala itu, Napoleon Bonaparte masih berusia sekitar 25 tahun ketika revolusi meletus. Sebagai seorang tokoh militer muda, Napoleon pada akhirnya berhasil membentuk kekuasaan baru yang mengakhiri era monarki di Perancis.

Karir politiknya seketika mencuat, lantaran militer berhasil dikuasainya sebagai alat politik. Disamping sikapnya yang kemudian menihilkan eksistensi kaum muda pada masa-masa awal Revolusi Perancis. Seperti Montequieu maupun Maximilian Robespierre.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun