Namun, narasi hubungan diplomatik "tak resmi", kerap mengemuka dalam tajuk yang lebih kompleks. Tak lain dalam sektor militer, yang pernah ramai diperbincangkan kala Indonesia membeli pesawat tempur Douglas A-4 Skyhawk pada tahun 1980 dari Israel.
Hubungan "tak resmi" ini, dapat dipahami sebagai hubungan bilateral yang dibangun dengan prinsip berbeda dengan diplomatik. Ada beragam unsur yang sarat kepentingan dalam konteks bilateral, walau kerap ditafsirkan sebagai bentuk pengakuan politik.
Pada tahun 1993, Presiden Soeharto pun pernah bertemu dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin di Jakarta. Hal itu terjadi setelah perjanjian Perdamaian Oslo antara Palestina dengan Israel ditandatangani.
Selain itu, pada masa pemerintahan Gus Dur, upaya membangun komunikasi dengan Israel pun pernah dikemukakan melalui Menlu Alwi Shihab. Khusus dalam sektor ekonomi dan perdagangan, namun tidak dilanjutkan karena faktor pergantian Pemerintahan.
Selanjutnya pada masa kepeminpinan Presiden SBY. Indonesia mengambil kebijakan tegas untuk membatasi hubungan diplomatik dengan Israel. Kecuali dalam pembahasan perihal upaya kemerdekaan bangsa Palestina.
Termasuk pernyataan keras Indonesia ketika terjadi serangan terhadap bangsa Palestina pada tahun 2006. Indonesia meminta agar Israel menarik pasukannya dalam konflik antara Israel dengan Lebanon. Serta mengakhiri penindasan terhadap bangsa Palestina.
Apalagi ketika pertempuran kembali meletus di Gaza pada 2008-2009, Indonesia dengan tegas menolak upaya normalisasi hubungan dengan Israel. Dengan pernyataan "normalisasi akan dipertimbangkan apabila Palestina telah meraih kemerdekaannya".
Dalam hal ini dapat kita pahami, bagaimana rekam jejak Indonesia dengan Israel ketika hendak melakukan hubungan diplomatik. Ada hal utama yang tidak dapat dilepaskan dari ikatan sejarah bangsa Indonesia dengan Palestina di masa silam.
Dukungan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang kala itu tengah terjajah, menjadi poin penting dalam membangun hubungan diplomatik antar negara. Khususnya terhadap Palestina, yang secara resmi diakui oleh pemerintah Indonesia dari pada Israel.
Walaupun kerap tidak dapat dielakkan ketika kepentingan militer menjadi faktor terjadinya diplomasi "tak resmi" antara Indonesia dengan Israel. Selain karena faktor keterikatannya terhadap alutsista Indonesia yang masih didominasi oleh bangsa barat.
Namun, komitmen menjaga hubungan baik dengan Palestina pun tetap menjadi topik utama dalam membangun diplomasi antar negara. Serta terus diperjuangkan dengan memberi dukungan sosial bagi rakyat Palestina yang tengah menghadapi konflik saat ini.