Tahun 1950
Kala itu, pemerintah sudah tidak lagi menganggap PKI bermasalah. Kecamuk Perang Dingin semakin mempengaruhi iklim politik di Indonesia, hingga tahun 1955. Dimana PKI mulai bangkit dengan jargon "anti kapitalisme"nya, targetnya tentu saja gelaran pemilu di tahun 1955. Dengan mayoritas massa pendukungnya dari kalangan bawah/rakyat jelata.
Pada dasawarsa ini, konstelasi Perang Dingin, memang menjadi pemicu lahirnya semangat perlawanan terhadap bangsa barat. Sedangkan posisi Indonesia secara politis lebih condong ke bangsa timur, lantaran kebijakan luar negeri bangsa barat justru banyak menghasilkan konflik antar negara di Asia Tenggara, seperti di Korea dan Vietnam.
Tahun 1955
Gelar pemilu dimenangkan oleh partai-partai yang memiliki jumlah suara besar. Dimana PKI berhasil menjadi partai ke 4 dengan perolehan 6 juta suara. Semangat anti penjajahan pun kembali mengemuka, dengan wacana revolusi nasional sebagai counter dalam pengaruh kepentingan politik global. Disinilah PKI berhasil memainkan peran sentranya dalam kebijakan pemerintahan.
Kuatnya pengaruh PKI inilah yang kemudian menjadi cikal bakal perseteruan antar partai di parlemen. Serta memantik lahirnya aksi perlawanan bersenjata di beberapa daerah, seperti PRRI/Permesta.
Tahun 1960
Dekrit Presiden 1959 sebenarnya jadi awal PKI memaksimalkan pengaruhnya di pemerintahan. Tak terkecuali di daerah-daerah basis massa PKI, yang telah menebar konflik sosial terhadap lawan politiknya. Seperti di Klaten dan Boyolali, aksi sepihak massa PKI telah memakan korban jiwa dari penduduk. Targetnya adalah kaum santri, ulama, dan pamong praja.
Tahun 1961
Seperti yang dijelaskan oleh Rosihan Anwar, bahwa organisasi sayap PKI telah membuat berbagai huru-hara sosial-budaya. Puncak perseteruannya makin jelas pada tahun 1961, antara Lekra vs Manikebu. Selain itu organisasi sayap di kalangan mahasiswa CGMI juga melakukan perseteruan dengan HMI. Tuntutan kerasnya adalah pembubaran HMI kepada Presiden Soekarno.
Peristiwa Djengkol di Kediri meletus, kala organisasi sayap PKI, BTI melakukan penyerobotan tanah negara. Kala itu, banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Tak terkecuali rakyat, yang kemudian merasa terancam atas aksi-aksi sepihak BTI disana.