Dapatlah dipahami bahwa, konflik agraria yang identik dengan penggusuran ruang hidup masyarakat sering diwarnai konflik sosial. Hal yang kiranya luput adalah pendekatan persuasif yang dirasa perlu waktu dalam penyelesaiannya. Seperti yang terjadi di Pulau Rempang saat ini, atau bahkan di berbagai daerah lainnya.
Transparansi kebijakan adalah klausul yang dapat diambil sebagai modal dukungan sosial. Dengan pelibatan berbagai unsur lembaga masyarakat, yang menjadi partner dalam penyelesaian konflik. Bukan justru mengurainya dalam berbagai diksi yang saling memberi pembenaran sendiri sesuai versi dan kepentingannya masing-masing.
Tentunya dengan tujuan hak hidup atas tanah yang memberi kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 Ayat 3, yang menegaskan perihal kekayaan alam diperuntukkan demi kemakmuran rakyat Indonesia. Demikianlah sejarah konflik agraria dari masa ke masa dapat disajikan.
Salam damai, semoga bermanfaat, dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H