Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jebakan Batman Politisasi Kampus

2 September 2023   05:45 Diperbarui: 2 September 2023   05:59 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gerakan mahasiswa (sumber: kompas.com/REZA AGUSTIAN)

Bak buah simalakama, putusan MK yang memberi ruang terbuka terhadap lingkungan pendidikan untuk dijadikan arena kampanye. Tak luput dari para kandidat, yang memang memiliki pendukungnya masing-masing dalam ruang akademisi. Selain dari warna almamater, ataupun latar belakang organisasi dengan dinamika politik para akademisi.

Inilah mengapa, narasi politisasi kampus kerap mengemuka kala jelang pemilu tiba. Banyak kiranya diantara para mahasiswa yang terlibat secara aktif dalam kegiatan politik. Sebuah hal yang membuat kredibilitas mahasiswa menjadi kurang populer di muka publik.

Apalagi amanatnya sebagai agen perubahan dan sosial kontrol, bagi sistem pemerintahan. Entah dalam konsep check and balance, atau penyadaran politik bagi masyarakat awam. Tanpa adanya unsur politik yang mengikat secara pragmatis.

Ada semacam hasrat politik yang memang menjadi orientasi para aktivis khususnya. Namun banyak diantara lainnya, yang masih bertahan dengan idealismenya. Dua sudut pandang yang kerap bersinggungan ini, tentu menambah konstelasi politik di dalam kampus makin menarik.

Bukan sekedar menampilkan identitas kelompok atau organisasinya. Melainkan melalui sebuah skema kegiatan yang melibatkan para kontestan pemilu dengan berbagai narasi akademik. Entah dalam wujud seminar, atau kuliah kebangsaan, tanpa tahu atas apa yang terjadi dibelakangnya.

Secara subjektif memang, hal ini dapat dijadikan pandangan yang tendensius bagi kalangan mahasiswa. Apalagi bagi para aktivisnya, yang terbagi menjadi dua kepentingan politis dan demokratisasi. Tanpa ada upaya untuk saling meredam gesekan politik dan publik.

Parahnya, animo yang berkembang justru mengemuka lantaran sikap cawe-cawe para mahasiswa dalam panggung politik. Khususnya jelang gelaran pemilu nanti. Melalui berbagai kelompok relawan yang dibentuk demi pemenangan pilihannya.

Bukan justru memberi edukasi politik bagi masyarakat, demi terselenggaranya pemilu yang berkeadilan. Tanpa ada yang dirugikan dalam tata pelaksanaannya kelak. Tak terkecuali kala gelar kampanye terbuka dilaksanakan.

Uniknya, ada semacam tradisi latah yang berkembang dikalangan aktivis kampus. Melalui pengalaman secara langsung penulis dapat sampaikan. Perihal safari politik capres yang hendak dilakukan secara bergiliran di beberapa kampus terkemuka.

Baik BEM SI, BEM Nus, atau bahkan BEM PTM kiranya dapat reflektif terhadap realitas politisasi kampus saat ini. Bukan justru terlibat secara aktif dalam "ulah" individual pengurusnya, yang tak lain hanya demi kepentingan pragmatisnya semata.

Menjadi hal yang memalukan, jika gelaran safari politik kampus justru dimanfaatkan guna kepentingan tertentu. Tanpa disertai agenda edukasi yang dapat membangun citra positif bagi mahasiswa. Apalagi secara terbalik, dipergunakan oleh partai tertentu.

Hanya demi relasi kuasa yang terbangun, kampus justru dibuka sebelar-lebarnya untuk dijadikan arena kampanye terbuka dari salah satu partai politik. Walau terkamuflase melalui beragam kegiatan yang melibatkan mahasiswa umum secara langsung.

Ada unsur yang menjadi jembatan politisasi kampus dengan para akademisinya. Yakni deal politik, yang sejatinya kerap terjadi kala gelar kegiatan politik walau dengan narasi akademik. Sebuah kealpaan yang kelak merugikan proses demokratisasi kemudian hari.

Lantaran peran sebagai area kontrol kebijakan publik, tak lagi tampak karena deal politik dengan kalangan tertentu. Tak ayal, peran mahasiswa sebagai agen perubahan pun bergeser ke area pragmatis politik. Bukan justru menjadi penyeimbang relasi kuasa yang ada.

Inilah yang patut dijadikan refleksi bersama bagi kalangan mahasiswa, khususnya bagi para aktivis kampus. Dengan tetap berdiri secara independen, sesuai tanggung jawabnya bagi keberlangsungan demokratisasi yang positif.

Tanpa adanya unsur politisasi kampus yang sarat dengan kepentingan yang merugikan prosesi demokrasi bangsa jelang pemilu 2024 mendatang. Salam damai, dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun