Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Egalitarianisme Politik Dalam Perspektif Sejarah

27 Juli 2023   05:45 Diperbarui: 27 Juli 2023   05:47 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi egalitarianisme (sumber: dokpri/edited by canva)

Walau tidak dapat memberi tekanan secara penuh terhadap sistem pemerintahan kolonial, setidaknya mampu mewadahi hak-hak politik bagi setiap individu kala itu. Selain dari mewaspadai gejolak sosial yang timbul dengan berbagai bentuk perlawanan sepihak.

Sebuah realitas politik yang semakin menguat kala Indonesia memasuki era transisi (kemerdekaan). Secara historis, Ben Anderson (2018), mendeskripsikannya sebagai era kebangkitan para pemuda Indonesia. Melalui berbagai organisasi sosial politik yang ada.

Pun dengan eksistensi dari kelompok militer, yang memiliki peran penting dalam menjaga konstelasi politik secara konsisten. Dari masa revolusi hingga Orde Lama, yang selalu termanifestasikan melalui kebijakan politis disertai dukungan milisi dibelakangnya.

Maka selama itulah egalitarianisme politis dianggap tidak akan mampu terwujud dengan baik. Sebagaimana harapan Bung Hatta, dalam merepresentasikan demokrasi sosial sesuai dengan kaidahnya, yakni kedaulatan demi kesejahteraan berada di tangan rakyat.

Pun demikian kala Orde Baru berkuasa, dengan memberi kebijakan penuh bagi militer untuk terlibat dalam ruang politik. Dimana hak politik individu dan kelompok tidak terakomodasi dengan baik, bagi setiap upaya pemenuhan praktik berdemokrasi.

Semua kegiatan yang berkonotasi "menentang" kebijakan kala itu, akan dianggap sebagai tindakan subversif. Alhasil, muncullah solidaritas sosial, hingga memasuki era reformasi 98. Dengan orientasi egalitarianisme politik yang menjadi tajuk pembukanya.

Namun, bagaimana realita yang berkembang pasca reformasi? Ada semacam pergeseran makna egalitarian politik dengan narasi dominasi oligarki. Lantaran tidak adanya kebijakan check and balance dalam area sosialisasi publik yang partisipan.

Walau bersifat tendensius, kiranya persoalan ini mengemuka dengan berbagai kebijakan publik yang marak diperbincangkan dewasa ini. Tak luput dengan peran serta pemerintah bersama aparatur negara, yang seakan menegasikan politik egalitarianis.

Bukan soal bagaimana demokratisasi dapat direalisasikan sejalan dengan kepentingan publik. Melainkan terjebak dalam area politik melalui sekat antar partai yang bersinggungan satu dengan lainnya. Tanpa memberi argumentasi edukasi politik secara positif.

Inilah kiranya catatan yang menjadi rentang historiografis politik yang multi perspektif. Tergantung bagaimana kita menilainya secara objektif, tanpa ada tendensi justifikasi ataupun sikap pragmatisnya. Khususnya kala gelaran pemilu tiba.

Semoga bermanfaat, salam damai dan terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun