Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Mayoritas Pemilih Pemula Tidak Kenal Partai Politik

6 Juli 2023   05:45 Diperbarui: 6 Juli 2023   05:51 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah realitas demokrasi yang tampak nyata kini. Perihal pemilih pemula, yang mayoritas tidak kenal partai politik kontestan pemilu 2024 mendatang. Apalagi terkait visi dan misi yang berkenaan dengan proyeksi dari para partai politik tersebut, dalam orientasinya membangun bangsa kedepan.

Fakta menarik ini dapat disampaikan, sesuai hasil pengamatan penulis terhadap sekitar 25 responden pemilih pemula. Secara acak penulis coba pertanyakan perihal partai apa saja yang responden ketahui. Alhasil jawabannya masih fokus kepada partai-partai populis, seperti PDIP, Gerindra, Demokrat, PAN, PKS ataupun Golkar.

Partai lain, seperti Gelora, Garuda, PKN, dan Ummat, masih dalam lingkaran tanda tanya. Lantaran rata-rata responden baru kenal kala penulis sebutkan beberapa partai lainnya. Berikut dengan visi atau misi dari semua partai yang belum secara sadar dan paham diketahui secara umum.

Lain hal kala penulis sebutkan partai PPP, Hanura, PBB, PSI, Perindo, PKB, ataupun Buruh. Rata-rata responden memberi feedback berupa kalimat, "Oh, iya, tau-tau bang, kok kalau partai itu". Selain familiar di kanal media, beberapa diantaranya memang sering muncul di laman media sosial dari para responden.

Namun, rata-rata hanya berupa tampilan konten para tokohnya saja, tanpa disertai visi dan misi dari beberapa tokoh ataupun partai pengusungnya. Entah kala melakukan kegiatan kampanye, ataupun sosialisasi politik yang kerap dianggap sebagai "pencitraan" oleh para responden. Kiranya dalam poin ini, pemilih muda mulai kritis dalam memahami realitas politik yang berkembang.

"Emang kita kenal para calon itu dari medsos, kan sekarang dunianya medsos...", ungkap salah seorang responden. Jadi, baik buruknya para calon bisa dianalisis melalui citra individu melalui media sosial. Apalagi jika berkaitan dengan jargon atau yel-yel dari partai yang dianggap mampu memberi sugesti positif, kiranya hal itu belum tentu benar adanya.

Persoalan ini kiranya dapat dianggap sebagai edukasi negatif dari upaya demokratisasi dalam gelaran pemilu kelak. Sehingga partai-partai yang belum familiar dikenal publik, jadi tidak memiliki ruang yang sama di mata konstituen. Khususnya bagi para pemilih pemula, dalam upaya keadilan berpolitik bagi para kontestannya.

Selain jika ada koalisi parpol, yang menjadi redaksi besar bagi para konstituen untuk memberikan hak suaranya. Pilihan mereka tentu akan jadi pembeda, dan pembanding besaran dukungan publik terhadap masing-masing partai yang berkoalisi. Koalisi 2024, akan jadi hal besar dalam sejarah politik bangsa ini.

Apalagi jika ada calon wakil rakyat yang diusung oleh partai yang belum familiar. Maka dapat dipastikan, hanya akan memberi rasio kecil dalam optimalisasi perolehan suara. Bukan justru mendeskreditkan dibalik besarnya kekuatan finansial dari partai-partai besar, yang memang telah familiar. Melainkan upaya reposisi ekskalasi melalui usaha dari masing-masing partai secara masif dan populis.

Baik melalui berbagai kanal media sosial, ataupun skema edukatif melalui pendekatan kegiatan yang humanis dan tepat sasaran. Tidak melulu soal janji kampanye, namun sekedar memberi ruang bagi para pemilih muda atau pemula untuk mendapatkan kesan positif melalui keterlibatan mereka. Baik dalam lingkup kegiatan sosial, ataupun kegiatan edukasi lainnya.

Hal tersebut kiranya dapat memberi persepsi positif bagi keterbukaan politis yang membangun. Selain dari tujuan memperkenalkan partainya, juga dapat memberi pertimbangan publik terhadap sisi politik yang mencerdaskan. Popularitas tidak jadi satu-satunya modal utama bagi partai-partai besar. Inilah yang patut dipahami dari cerita para pemilih muda yang didapatkan oleh penulis.

Momen bersama para responden (sumber: dokpri)
Momen bersama para responden (sumber: dokpri)

Sesuai hasil ketetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada sebanyak 18 partai yang menjadi kontestan pemilu secara nasional. Serta 6 partai lokal di Nangroe Aceh Darussalam. Dengan total keseluruhan sebanyak 24 partai. Inilah yang kiranya dapat dijadikan bahan edukasi bagi semua kalangan. Tidak hanya bagi para petugas KPU ataupun dari relawan pemilu lainnya.

Dimana pemahaman secara komprehensif terhadap realitas politik saat ini, akan menjadi argumentasi positif dari para kontituen untuk memberikan hak pilihnya. Khususnya terhadap visi dan misi dari setiap partai yang terlibat dalam gelaran pemilu kedepan. Berikut dengan berbagai proyeksi terhadap wacana dari para kandidat (capres ataupun wakil rakyat) secara emansipatoris.

Selain dari upaya meminimalisir terjadinya kampanye hitam, melalui kesadaran politik generasi muda demi demokratisasi yang berjalan dengan baik pada pemilu 2024 mendatang. Semoga bermanfaat, dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun