Belum lagi polemik mengenai Pasal 154 Ayat (3) perihal tembakau yang dikategorikan sebagai psikotropika. Kalau sudah demikian, maka akan ada jutaan buruh pabrik rokok yang di PHK. Beserta ribuan petani tembakau yang kehilangan mata pencahariannya. Tak heran jika banyak dari kalangan ormas menyoroti hal ini sebagai bentuk dari adanya upaya kapitalisasi tembakau.
Walau tujuannya tentu saja positif untuk kesehatan, namun akan lebih bijak jika tenaga kerja yang berada dalam sektor tersebut dapat difasilitasi terlebih dahulu untuk peralihan lapangan kerja baru. Agar tidak memberi dampak besar bagi perekonomian bangsa, yang konon memiliki serapan besar dalam sektor pertanian tembakau.
Jadi tidak hanya terhadap tenaga medis atau tenaga kesehatan RUU Kesehatan ini dapat berdampak. Namun terhadap berbagai macam sektor sosial-ekonomi yang patut diperhatikan keberadaannya. Khususnya terhadap pengoptimalisasian sumber daya alam berorientasi pada kebutuhan pangan untuk rakyat secara berkeadilan. Perbaikan gizi kiranya adalah kunci.
Memperbaiki sistem ketahanan kesehatan, sepertinya akan lebih baik jika dimulai melalui program ketahanan pangan. Ketahanan pangan adalah hal yang fundamental bagi pemenuhan hak setiap warga negara. Sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan. Dimana secara jelas telah dikemukakan sesuai Undang-Undang Dasar 45, dengan kalimat hidup sejahtera lahir batin adalah yang utama.
Apalagi jika yang dikeluhkan dan dikhawatirkan adalah persoalan penanganan pasien seperti yang banyak diulas pada RUU tersebut. Akan dapat terbayangkan, bagaimana para nakes akan sangat stres mikirin jikalau pasiennya meninggal dunia. Seakan ada ancaman yang menghantui dengan tuntutan perlakuan medis secara sempurna dan tepat.
Walau secara resmi Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah memberikan penjelasan, bahwa perlindungan hukum bagi tenaga medis ataupun tenaga kesehatan tetap menjadi prioritas utama yang RUU Kesehatan. Dengan memberi perlindungan petugas medis untuk bertindak seperti yang telah diterangkan pada Pasal 282. Serta Pasal 322 Ayat (4) dengan pendekatan mekanisme peradilan restoratif.
Semoga ada keputusan terbaik dalam menyelesaikan polemik ini. Baik melalui pembahasan secara terbuka dari Pemerintah, dengan melibatkan organisasi-organisasi yang menyatakan penolakannya, ataupun dengan pelibatan masyarakat secara penuh. Agar tidak bias persepsi dan terkesan buru-buru dalam mengesahkan RUU yang menjadi kewajiban publik di kemudian hari. Terima kasih.
Jika ingin mengetahui lebih lengkap mengenai isi dari RUU Kesehatan, dapat didownload pada link berikut:
Draft Isi RUU Tentang Kesehatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H