Seorang anak menangis keras berlindung dengan tangan diatas kepalanya,
Didapati seorang perempuan berlari ditengah terjangan timah panas yang mendera dari udara,
Sejengkal belum sampai tangan diraih,
Sepuluh luka bekas mitraliur justru beralih,
Tubuhnya terhempas jatuh dihadapan sang anak,
Diraih tangannya sambil merintih menahan sesak,
Yang kini hanya tinggalkan sebuah kisah,
Dari seorang ibu dan anak t'lah terpisah.
Gerakan serangan serempak dari Sekutu mulai melebar hingga ke setiap front pertempuran kota. Surabaya telah luluh lantak, tetapi aksi-aksi para penembak runduk pejuang kerap merepotkan Sekutu. Maka praktis tidak ada kisah kemenangan lagi, sejak puncak baku tembak yang terjadi pada tanggal 10 November 1945.
Kelak dalam pertempuran di Wonokromo, akan terjadi insiden jibakutai terbesar dalam panggung sejarah perang Surabaya. Hanya demi melumpuhkan satu tank Sherman, puluhan pejuang rela mengorbankan dirinya. Secara praktis, jika Wonokromo jatuh, tentu sudah tidak ada lagi ruang untuk mempertahankan Surabaya. Sisanya tinggal area Gunungsari, sebagai satu-satunya basis dari para pejuang.
Karena secara bertahap, selama beberapa waktu, area kota telah ditinggalkan oleh para pejuang sedikit demi sedikit. Hingga akhir bulan November 1945, hampir semua sektor penting sudah berhasil dikuasai oleh Sekutu. Mundur bukan berarti kalah, mundur berarti terus melancarkan perlawanan dengan siasat perang semesta agar tidak binasa secara sia-sia.