Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengungkap Detik-Detik Kudeta G30S/PKI

1 Oktober 2022   05:30 Diperbarui: 1 Oktober 2022   05:30 7758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Beberapa literasi mengenai Gerakan 30 September 1965

Kali ini, tepat di Hari Kesaktian Pancasila, sekiranya dapat dikisahkan mengenai peristiwa di malam berdarah tanggal 30 September 1965 silam. Bayang-bayang tentang aksi kekerasan, penculikan, yang disertai pembunuhan terhadap para pahlawan revolusi setidaknya dapat disajikan secara detail pada kesempatan ini.

Semoga dapat menjadi refleksi bersama terhadap upaya kudeta terencana yang menyeret Partai Komunis Indonesia didalamnya. Bukan justru dikembangkan dalam ragam perspektif yang dapat membuat fakta sejarah semakin bias. Khususnya terhadap berbagai kronologis yang terjadi pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965.

30 September 1965

Pukul 04.00 WIB; Rapat mengenai "penanggulangan" Dewan Jenderal seperti yang dituduhkan oleh PKI terhadap kelompok anti-Soekarno terlihat semakin matang dipersiapkan. Tepatnya di rumah Syam Kamaruzzaman, seorang agen atau biro khusus PKI. Di akhir sesi, seperti pengakuan Brigjen Suparjdo di Mahmilub, Syam berpesan kepadanya agar kembali lagi pada pukul 18.00 WIB.

Pukul 08.00 WIB; Brigjen Sabur datang menemui Presiden Soekarno untuk memberikan berkas pengangkatan Mayjen Mursjid untuk menggantikan Jenderal Ahmad Yani. Dimana Presiden menandatangani berkas ini untuk diteruskan dan ditindaklanjuti. Antonie C.A. Dake pun menuliskannya dalam buku ""Soekarno File. Kronologi Suatu Keruntuhan".

Pukul 10.00 WIB; Brigjen Supardjo datang lagi ke rumah Syam untuk mempertanyakan sesuatu yang membuatnya "gundah". Tetapi Syam memintanya untuk kembali lagi pada pukul 22.00 WIB. Syam kala itu memang berupaya mengumpulkan para perwira yang telah "tersusupi" oleh PKI untuk dapat bergabung melancarkan aksi.

Pada waktu yang sama, Letkol Untung, Kolonel Latief, hingga Lettu Doel Arif mengadakan briefing di Lubang Buaya. Pasukan dari kesatuan PPP dan sukarelawan memang tengah disiagakan di tempat tersebut untuk melakukan tindakan, usai aksi pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari. Hal ini diungkapkan oleh Victor M. Fic dalam buku "Kudeta 1 Oktober 1965. Sebuah Studi Tentang Konspirasi".

Pukul 11.00 WIB; Brigjen Sugaandhi bertemu dengan Presiden Soekarno, seraya bercerita tentang rencana PKI, bahwa mereka (PKI) hendak melakukan suatu aksi untuk menyingkirkan para Jenderal yang dianggap tidak loyal terhadap Pemerintah. Tetapi, Presiden justru memarahi Sugandhi agar tidak termakan hasutan anti-PKI. (Antonie C.A. Dake)

Pukul 16.00 WIB; Marsekal Omar Dhani menerima kabar bahwa esok hari akan terjadi penindakan terhadap Dewan Jenderal. Sikap Omar Dhani jelas dalam rencana aksi ini, adalah memberikan dukungan sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan oleh PKI, seperti yang dikemukakan oleh Rosihan Anwar.

Pukul 19.00 WIB; Jenderal A.H. Nasution mendatangi acara di Universitas Muhammadiyah Kebayoran Baru, atau kini Limau. Beliau mengisi salah satu sesi acara dalam upgrading Pemuda Muhammadiyah. Hingga pukul 22.00, beliau bersama ajudannya pulang ke kediamannya. Hal ini diungkapkan dalam bukunya yang berjudul "Peristiwa 1 Oktober 1965. Ket. Jenderal Besar A.H. Nasution".

Pukul 20.00 WIB; Mayor Udara Sujono menjemput D.N. Aidit untuk melakukan konsolidasi dengan Mayjen Pranoto di Halim. Mereka saling mengabarkan situasi yang tengah dihadapi, khususnya mengenai kekuatan bersenjata pendukung PKI. Imam Soedjono mengkisahkannya dalam buku "Yang Berlawanan. Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI".

Pukul 21.30 WIB; Sepulang dari Halim, D.N. Aidit bertemu dengan mantan ketua CGMI bernama Hardojo di rumahnya. Seolah ada pembicaraan serius yang tengah diperbincangkan kala itu. Fyi, CGMI ini adalah organisasi mahasiswa underbow PKI. (Kuncoro Hadi)

Pukul 22.00 WIB; Seperti pengakuan Brigjen Supardjo dalam Mahmilub, bahwa ia bertemu dengan Letkol Untung ketika kembali lagi ke rumah Syam. Pada pertemuan tersebut, ia baru mengetahui kekuatan pasukan pendukung gerakan 30 September, seperti apa yang dikemukakan oleh Letkol Untung. Dalam hal ini PKI secara intensif kerap melakukan konsolidasi pasukan bersama Untung.

Pukul 22.30 WIB; Dake mengungkapkan, Letkol Untung, Brigjen Supardjo, dan Kolonel Latief telah tiba di Halim untuk melakukan rapat bersama Syam Kamaruzzaman.

Pukul 23.00 WIB; Victor M. Fic menambahkan, bahwa petinggi PKI bernama Pono juga hadir dalam rapat tersebut. Mereka membahas mengenai sikap Mayjen Soeharto yang kala itu telah ditemui oleh Kolonel Latief di RSPAD. Latief menjelaskan bahwa Soeharto tidak mengetahui adanya Dewan Jenderal, dimana ia sama sekali tidak menganggapnya sebagai ancaman.

Sekitar pukul 23.30 WIB; Omar Dhani mengadakan rapat bersama para pendukung gerakan di rumahnya. Victor M. Fic menuliskan bahwa Letkol Udara Heru Atmodjo melaporkan mengenai penempatan pasukan-pasukan pemukul dan detail mengenai penahanan hingga rencana eksekusi terhadap para Jenderal yang akan ditangkap.

Sekitar pukul 24.00 WIB; Mayor Udara Sudjono mendapatkan perintah untuk mempersiapkan senjata bagi pasukan di Lubang Buaya. Hal ini berkaitan mengenai keputusan Omar Dhani terhadap pasukan pendukung yang dipersiapkan guna melancarkan perlawanan, jika diserang oleh kekuatan (angkatan) lain.

1 Oktober 1965. Lewat tengah malam...

Sekitar pukul 00.00 WIB; Syam Kamaruzzaman meminta agar D.N. Aidit diamankan dari rumahnnya. Hal ini ia lakukan, karena Aidit adalah pucuk pimpinan PKI. Sekiranya Syam paham terhadap konsekuensi politik yang akan dihadapi oleh PKI setelah Gerakan 30 September melancarkan aksinya.

Sekitar pukul 01.30 WIB; seluruh pasukan yang tengah bersiap melakukan aksi di Lubang Buaya telah bersiap mempersenjatai diri dengan seragam militer Cakrabirawa. Mereka menunggu komandan lapangan, Letkol Untung untuk melakukan instruksi.

Sekitar pukul 01.30 WIB; Letkol Untung yang kala itu sempat mempersiapkan pasukan pengawal Presiden di Senayan, langsung kembali menuju Lubang Buaya.

Sekitar pukul 02.00 WIB; Briefing dilakukan dan berbagi peran sudah diinstruksikan. Dalam daftar nama yang menjadi target selain 6 Jenderal yang gugur kemudian, adalah Chaerul Saleh, Sukendro, dan Mohammad Hatta. Sedangkan Mohammad Hatta juga dijadikan target, lantaran dianggap sebagai salah satu tokoh nasional yang sangat gencar menentang PKI kala itu.

Sekitar pukul 02.15 WIB; D.N Aidit menginstruksikan agar nama Chaerul Saleh, Sukendro, dan Mohammad Hatta dicoret. Hal ini terjadi karena Chaerul Saleh dan Sukendro tengah berada di luar negeri. Sedangkan Mohammad Hatta, tidak dianggap berbahaya, karena bukan dari kalangan militer, dan atau memiliki kekuatan militer untuk memberi perlawanan.

Pukul 02.30 WIB; Letkol Untung telah melakukan inspeksi terakhir terhadap pasukan Pasopati (nama pasukan penculik). Dimana kemudian ia bersama para tokoh PKI lainnya memindahkan pusat komando di gedung Penas. Dari gedung inilah, proses penculikan dipantau seraya melihat perkembangan lain di beberapa tempat yang dijadikan target para pelaku Gerakan 30 September.

Seperti pendudukan RRI dan pusat telekomunikasi yang dilakukan oleh pasukan Bimasakti dibawah komando Kapten Suradi bersama anggota-anggota dari PKI. Lain hal dengan pasukan Pringgondani, yang ditugaskan untuk berjaga di sekitar Halim, yang dijadikan sentra komando mereka.

Pukul 03.00 WIB; Letnan Doel Arif membagi pasukan Pasopati menjadi tujuh kelompok tempur. Yakni:

  • Peltu Mukidjan bersama satu peleton pasukan dari Para Brawijaya ditugaskan untuk menangkap Jenderal Ahmad Yani.
  • Serka Sulaiman bersama satu peleton pasukan dari Cakrabirawa ditugaskan untuk menangkap Mayjen Soeprapto.
  • Sersan Satar bersama satu peleton pasukan dari Cakrabirawa ditugaskan untuk menangkap Mayjen S. Parman.
  • Serma Surono bersama satu peleton pasukan dari Cakrabirawa ditugaskan untuk menangkap Brigjen Sutoyo.
  • Serka Boengkoes bersama satu peleton pasukan dari Cakrabirawa ditugaskan untuk menangkap Mayjen M.T. Haryono.
  • Mayor Soekarjdo bersama pasukan dari Para Diponegoro ditugaskan untuk menangkap Brigjen D.I. Panjaitan.
  • Pelda Djuhurub bersama pasukan dari Cakrabirawa ditugaskan untuk menangkap Jenderal A.H. Nasution.

Lepas dari pukul 03.00 WIB, semua pasukan penculik menyebar ke setiap target yang dituju. Seperti kita ketahui, semua berakhir di Lubang Buaya, kecuali Jenderal A.H. Nasution yang berhasil meloloskan diri. Pada insiden di Lubang Buaya, tentu banyak versi yang memberikan argumentasinya dan buktinya masing-masing.

Tetapi yang sekiranya patut diketahui adalah proses terjadinya peristiwa kelam di malam menjelang peristiwa penculikan dan pembunuhan tersebut. Para pasukan TNI yang berhasil disusupi oleh ideologi komunis tentu menjadi catatan tersendiri dalam melihat persoalan ini. Selain fakta keterlibatan secara langsung para petinggi PKI dalam merencanakan kudeta 1 Oktober 1965.

Secara kronologis, peristiwa pembunuhan para Jenderal mungkin telah banyak diulas. Tetapi perihal mengenai keterlibatan secara langsung PKI dalam peristiwa ini, silahkan pembaca nilai sendiri. Selamat Hari Kesaktian Pancasila. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun