Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Unik dan Menarik Cinta Pejuang Belanda untuk Indonesia

6 September 2022   05:30 Diperbarui: 6 September 2022   05:30 1720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu Pahlawan, Surabaya (dokpri)

Tidak lengkap rasanya, jika kisah para desertir tentara asing yang pro Indonesia tanpa adanya tentara Belanda itu sendiri. Mereka ini membelot dan malah bersimpati terhadap para pejuang Republik, yang tak lain karena rasa cintanya terhadap Indonesia mulai tumbuh. Begitupula dengan beberapa masyarakat sipil Belanda, yang justru banyak memberi dukungan kepada kemerdekaan Indonesia.

Pertama, tentunya adalah seorang mantan serdadu Belanda bernama Poncke Princen. Kita semua tentu mengenalnya sebagai salah satu desertir fenomenal yang justru membela hak-hak rakyat Indonesia hingga wafatnya. Khususnya dalam upaya penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM). Ialah sosok penting yang tidak dapat dilewatkan kiprahnya selama hidupnya untuk Indonesia.

Pada awal Perang Dunia II, Jerman yang kala itu menduduki Belanda, menangkap dirinya hingga dijebloskan ke dalam penjara Jerman. Hingga pada saat kebebasannya di tahun 1944, perintah wajib militer pemerintah Belanda ia tolaknya atas alasan kemanusiaan. Walau akhirnya ia tetap ditugaskan ke Indonesia, dengan terpaksa.

Nah, ketika sudah berada di Indonesia inilah, seketika Princen melakukan pembelotannya dari pasukan Belanda. Tepatnya pada 25 September 1948, ketika ia tengah bertugas di Sukabumi. Ia nekat melewati perbatasan (demarkasi) untuk bergabung dengan pasukan Republik, walau akhirnya ia justru ditahan oleh para pejuan.

Poncke Princen (wikipedia)
Poncke Princen (wikipedia)

Tidak sakit hati, justru ketika dibebasakan, ia malah menyatakan sikapnya untuk membela Indonesia. Dilain sisi, rasa kemanusiaannya berontak, ketika mengtahui bahwa Belanda hendak menguasai kembali Indonesia yang telah merdeka. Sejak peristiwa Agresi Militer Belanda II, Princen telah dinyatakan tergabung dalam divisi Siliwangi dibawah komando Kolonel Kemal Idris.

Bukan kaleng-kaleng, ia merasakan beratnya berjuang secara gerilya. Apalagi kala itu divisi Siliwangi harus kembali dari Jawa Tengah ke Jawa Barat, kembali ke kantong perjuangannya. Fyi, kala itu pasukan Siliwangi tengah berada di Jawa Tengah, karena kesepakatan perundingan Renville.

Berbagai pertempuran mengahadapi Belanda juga pernah dilewatinya, termasuk dengan pasukan DI/TII Jawa Barat. Termasuk saat kehilangan istrinya, yang terbunuh usai terjadi insiden dengan pasukan Belanda. Ia adalah salah satu pejuang asing yang mendapatkan Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno.

Kedua, adalah R. Bernardus Visser atau lebih dikenal dengan Idjon Djanbi. Seorang tentara kawakan ex Belanda yang turut membidani lahirnya kesatuan elite Kopassus. Idjon Djanbi adalah seorang tentara dari kesatuan Korps Speciale Troepen (KST), yang turut serta dalam upaya melawan Jepang di India. Ia adalah salah seorang mentor dalam unit Parachutisten dari kesatuan Gurkha.

Sama halnya dengan Princen, ketika Idjon Djanbi melihat perlakuan semena-mena pasukan Belanda dalam setiap Agresi Militernya, ia lantas mengutarakan kekecewaannya kepada komandan pasukan Belanda. Sepertinya rasa cintanya terhadap Indonesia sudah terbentuk lantaran ia merasa upaya mempertahankan kemerdekaan adalah sebuah hal penting bagi setiap negara.

Selama di Lembang, ia yang telah memutuskan untuk keluar dari pasukan Belanda, lantas memilih untuk bergabung dengan pasukan divisi Siliwangi. Kolonel Alex Kawilarang adalah sosok dibalik bergabungnya Idjon Djanbi dengan pasukan Republik. Tentu saja karena Alex mengetahui pengalamannya dalam membentuk pasukan penerjun selama Perang Dunia II berlangsung.

Idjon Djanbi (wikipedia)
Idjon Djanbi (wikipedia)

Tanpa pikir panjang, Idjon Djanbi langsung memutuskan untuk colabs dengan Alex. Ia diberi pangkat Mayor, dan dengan segera bersama Alex Kawilarang membentuk sebuah Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi cikal bakal dari Kopassus. Tentu berbagai kiprah lainnya dalam berbagai peristiwa pertempuran di Indonesia sudah pasti ada kaitan dengan dirinya.

Hingga tahun 1955, Idjon Djanbi menyatakan berhenti dari ketentaraan, dengan kenaikan pangkat sebagai Letnan Kolonel. Setelah berhasil membentuk Kopassus menjadi sebuah kesatuan elite bagi Indonesia. Luar biasa bukan?

Ketiga, adalah Keluarga Kobus. Nah, mungkin kiprah keluarga ini bagi Indonesia jarang ada yang mengetahuinya. Terlebih semua personilnya adalah perempuan. Dolly bersama ketiga puterinya, Betsy, Annie, dan Miny adalah para pejuang palang merah berdarah Belanda yang justru memihak kepada para pejuang Republik.

Dolly, memang memiliki latar belakang sebagai aktivis penentang pendudukan Jerman pada masa Perang Dunia II. Maka wajar, jika ia memilih berada di pihak Indonesia yang memang dianggapnya tengah memperjuangkan kemerdekaan negerinya. Seperti yang ia alami ketika melawan pendudukan Jerman dahulu.

Sejak berada di Jakarta, dalam sebuah perjalanan menuju Jogjakarta melalui kereta api, mereka kerap berteriak; "Merdeka! Indonesia Merdeka!". Dengan tanpa sekalipun merasa gentar walau banyak pasukan Belanda yang berjaga. Karena memang tujuan mereka ke Jogjakarta adalah untuk bertemu dengan Bung Karno, seraya memberikan kuasa untuk ketiga anaknya.

Keluarga Kobus (Kompas)
Keluarga Kobus (Kompas)

Tentu saja untuk diperbantukan di barisan para pejuang Republik. Wah. Seorang ibu yang luar biasa, ya?

Tepatnya di front Jember, Annie dan Miny terlibat aktif dalam kesatuan Palang Merah Indonesia di garis depan. Begitupula ketika keluarga Kobus menetap di Malang. Peristiwa Malang Lautan Api pun mereka rasakan dalam suasana pertempuran. Dimana mereka bergerak di "bawah tanah" untuk memberi informasi bahwa Indonesia telah merdeka.

Dalam beberapa waktu, keluarga Kobus kerap turut andil berdemonstrasi demi menuntut penetapan kemerdekaan Indonesia. Kala itu memang tengah ramai upaya diplomasi antar pemerintah Indonesia dengan Belanda. Luar biasa bukan keluarga pejuang ini...

...

Semoga kita dapat selalu belajar dari sejarah bangsa Indonesia yang selalu memberi beragam hikmah di masa lalu. Tentu tidak lain seraya mengenang jasa dari para pejuang tanpa membedakan suku, bangsa, ras, ataupun agama. Mereka yang telah berkiprah untuk kemerdekaan bangsa ini sudah sepatutnya dapat terus kita kenang hingga nanti.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun