Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Siapa Diuntungkan?

5 Juli 2022   06:00 Diperbarui: 5 Juli 2022   10:01 1344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Diantara Nasution dan D.N.Aidit

Kembali kepada persoalan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Konstituante yang terbentuk usai pemilu justru membuat suasana politik semakin penuh dengan nuansa konflik kepentingan. 

Terhitung ada 10 kali pergantian kabinet terjadi sejak Indonesia menerapkan sistem demokrasi liberalnya. Yakni sejak akhir tahun 1949 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden untuk membubarkan parlemen pada tahun 1959.

Prosesi pemilu di tahun 1955, sebenarnya hanya "ajang" unjuk kekuatan antar kelompok dengan membawa ideologinya masing-masing. Selebihnya, TNI sebagai simbol kekuatan negara, hanya berperan sebagai "penonton" kisruhnya parlemen. 

Terlebih ketika A.H. Nasution pernah berupaya membubarkan kabinet pada 17 Oktober 1952. Dimana hal ini membuat hubungannya dengan Soekarno menjadi renggang.

Tetapi, kemudian karena Nasutionlah justru Soekarno mengeluarkan Dekrit Presidennya. Polemik antar golongan di parlemen akhirnya menyebabkan kegagalan perumusan Undang-Undang Sementara 1950 kepada Undang-Undang Dasar 1945. 

Hal ini yang menjadi faktor utama Soekarno selaku Presiden, memutuskan untuk mengambil alih kebijakan politik.

Sebagai realisasi, parlemen kemudian mengadakan pemungutan suaranya untuk menentukan sikap dan arah politik negara. 

Dimana dalam setiap pengajuan Dekrit (tanggal 1 dan 2 Juli 1959) faktanya para anggota konstituante tidak pernah hadir untuk memenuhi quorum. Hal ini dianggap A.H. Nasution sebagai pertanda buruk bagi masa depan bangsa.

Sudah jelas, karena faktor kepentingan kelompok, parlemen justru mengabaikan harapan masyarakat demi perbaikan bangsa. 

Respon positif justru datang dari Angkatan Bersenjata, melalui memonya, A.H. Nasution segera mengeluarkan aturan pelarangan kegiatan politik terhadap setiap partai. Siapapun yang melanggar, akan dikenai sanksi tegas dari militer.

Pada momen inilah, hubungan Soekarno dengan A.H. Nasution mulai kembali harmonis. Dukungan penuh terhadap Presiden untuk membubarkan konstituante berbuah manis. Hingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikeluarkan, dengan isi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun