Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Darah Pasukan Jepang Tumpah di Meliau

30 Juni 2022   06:00 Diperbarui: 30 Juni 2022   06:05 1394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baik Pang Suma ataupun Sheediq Bale, pada serangan pertamanya sama-sama berhasil menguasai daerah tujuannya. Wilayah yang menjadi target serangan sama-sama berhasil ditaklukkan untuk dikuasai selama beberapa waktu. Ya, hanya beberapa waktu tentunya, karena pihak Jepang sudah pasti memberikan serangan balasannya.

Pang Suma hanya berbekal sabur (senjata tajam sejenis mandau) ketika melakukan perlawanan. Selain dari kesaktiannya yang konon tidak mampu ditembus oleh senjata api, maupun senjata tajam. Wajar ketika mengetahui hal ini, pihak Jepang langsung mengerahkan mata-matanya, untuk mencari tahu kelemahan Pang Suma.

Tak perlu waktu lama, pihak Jepang mampu mengetahui kelemahan Pang Suma melalui pengkhianat dari bekas teman seperguruan. Melalui tembakan yang diramu dari "buntat kuali", peluru yang menyasar tubuh Pang Suma akhirnya berhasil mematahkan perlawanannya. Mengetahui hal itu, pasukan Dayak lantas melakukan undur diri untuk bergerilya di pedalaman.

Tepatnya pada tanggal 17 Juli 1945, perlawanan Meliau dapat dipatahkan oleh Jepang. Dengan kekuatan yang lebih besar, untuk melakukan serangan balik terhadap posisi para pejuang Dayak yang tengah bertahan. Hal ini terjadi terus menerus, hingga pasukan Sekutu datang pada Sepetember 1945, untuk mengambil alih kekuasaan Jepang.

Babak selanjutnya tentu saja adalah pasukan Sekutu yang diboncengi oleh Belanda menjadi lawan para pasukan Dayak. Dalam berbagai literasi, Tjilik Riwut telah mengulas peran serta suku Dayak dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan hingga kisah mengenai sepak terjang Bulan Jihad, yang pernah penulis kisahkan, Bulan Jihad Sang Panglima Burung.

Nama Pang Suma kini diabadikan melalui sebuah tugu perjuangan yang didirikan dekat dermaga Meliau. Dimana Pang Suma diceritakan, gugur di dekat jembatan tersebut. Sedangkan, jasad Pang Suma kemudian dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Meliau atau kini lebih dikenal dengan Makam Pang Suma.

Semoga kita senantiasa dapat terus menghormati perjuangan para kusuma bangsa yang telah berjuang untuk Indonesia dahulu kala. Melalui peristiwa Meliau ini, tentu dapat kita jadikan sebagai momentum untuk mengenang perjuangan Pang Suma. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun