Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Hantu Laut dari Selat Bali

26 Juni 2022   00:18 Diperbarui: 26 Juni 2022   00:31 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pertempuran selat Bali (sejarahmiliter.com)

Kisah ini ditulis tentunya untuk mengenang tiga pahlawan bangsa yang gugur dalam pertempuran laut pertama di Indonesia. Peristiwa yang terjadi pada 5 April 1946 ini menjadi kemenangan pertama dalam pertempuran laut, pasca Indonesia merdeka. Sumeh Darsono, Sidik, dan Tamali, adalah tiga pejuang yang gugur dengan kemenangan gemilang.

Fakta mengenai kemenangan ini terkonfirmasi melalui laporan pasukan Belanda yang kala itu tengah menduduki Bali. Kerusakan berat yang dialami oleh kapal patroli Belanda adalah hasil dari perlawanan pasukan "Hantu Laut". Dibawah komando Kapten Makardi, mereka berhasil menghalau Angkatan Laut Belanda hingga ke Gilimanuk.

Awalnya berangkat dari informasi pendudukan Bali oleh Belanda yang dilaporkan I Gusti Ngurah Rai, kepada Markas Besar TRI di Jogjakarta. Sebagai komandan Resimen Sunda Kecil meliputi Bali dan Nusa Tenggara, ia lantas meminta dukungan pasukan dari Jawa untuk membantu menyerang posisi Belanda di Bali.

Aksi amphibi pun dirancang dengan target mencapai beberapa titik lokasi di sekitar Bali. Lantas bagaimana kronologisnya?

Tercatat ada tiga gelombang pasukan yang bergerak dari Banyuwangi menuju Bali. Rombongan Waroka sebagai pasukan intai mendarat terlebih dahulu di sekitar Celukan pada 4 April 1946. Rombongan kedua sendiri dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai yang merapat di sekitar Yeh Kuning keesokan harinya. Sedangkan pada rombongan ketiga, clash terjadi di sekitar Selat Bali.

Rombongan ketiga yang berangkat dari pantai Boom ini, tiba-tiba disergap oleh dua kapal patroli Belanda yang datang dari arah Gilimanuk. Kapten Makardi selaku pemimpin rombongan lantas membuat siasat yang dianggap menguntungkan untuk pihak pejuang. Melepas segala atribut perang dengan sikap berjaga seraya memegang jala layaknya nelayan.

Hal ini diungkap sebagai bagian dari strategi kamuflase dalam aksi amphibi yang dilakukan oleh pasukan Kapten Makardi. Karena Belanda hendak menembak kapal yang ditumpangi para pejuang, ia lantas memerintahkan pasukannya untuk menyelam ke laut, seraya melakukan tembakan balasan.

Pertempuran antara pasukan "Hantu Laut" melawan Angkatan Laut Belanda pun tidak dapat dielakkan. Para pejuang bergerak merapat disekitar lambung kapal jenis LCM tersebut. Mereka semua kompak melemparkan granat ke haluan dan geladak kapal sambil menyelam. Seketika 4 prajurit Belanda tewas dalam peristiwa tersebut.

Mengetahui serangan fatal itu, LCM lainnya langsung memutuskan untuk mundur dari medan pertempuran, seraya menembaki posisi para pejuang yang tengah berada di laut. Dari serangkaian peristiwa yang berlangsung sekitar 15 menit tersebut, tiga pejuang dinyatakan gugur. Dengan keberhasilan pendaratan di Bali oleh para pejuang.

Peristiwa ini adalah kemenangan pertama pertempuran laut yang dilakukan oleh pasukan Kapten Makardi. Dimana selanjutnya, pasukan pejuang yang berhasil mendarat di beberapa titik lokasi, bergabung dengan komando Ciung Wanara di Bali, pimpinan I Gusti Ngurah Rai.

Poin penting dari peristiwa ini dapat dikatakan ada dua hal, yakni kemenangan pasukan amphibi melawan kapal patroli yang jauh lebih canggih peralatan tempurnya. Kedua adalah aksi menduduki Bali melalui jalur laut atau yang dikenal dengan strategi amphibi, ini juga pertama kali dilakukan, dan dapat dinyatakan berhasil.

Seketika front Bali dengan abstraksi peristiwa Puputan Margarana terbayang dikemudian hari. Bersama para pasukan Ciung Wanara, tentara laut Republik Indonesia, atau kini marinir, yang akrab dengan istilah pasukan "Hantu Laut", mengadakan gempuran kepada Belanda di Bali.

Next, mengenai eksistensi pasukan Ciung Wanara tentu akan lebih menarik bila dibahas secara terpisah dari artikel ini. Kisah mengenai perjuangan pasukan "Hantu Laut" di Selat Bali ini tentu akan lebih menarik bila kita dapat menyelaminya lebih dalam melalui berbagai pendekatan yang literatif. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun