Sejak memiliki akses di wilayah Indonesia, Belanda pada akhirnya mendirikan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) pada 20 Maret 1602. Dengan tujuan memonopoli wilayah jajahan Belanda di wilayah Asia. Khususnya Indonesia, yang kala itu tengah berada dalam wilayah jajahannya.
Memahami pentingnya pendirian sebuah perusahaan yang fokus pada perdagangan, maka VOC dilengkapi pasukan militer yang bertugas melindungi eksistensinya.
Tidak sekedar menghimpun kekuatan militer daratnya. Melainkan juga armada laut dibawah wewenang VOC yang tercatat mendominasi lautan Malaka hingga wilayah Indonesia timur.
Semua kepentingan berorientasi ekonomi Belanda, menjadi tanggung jawab VOC. Khususnya dalam menghadapi perlawanan-perlawanan kedaerahan yang marak terjadi. Tindakan militeristik menjadi langkah utama dalam menjaga eksistensi Belanda.
VOC juga tercatat sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia. Dengan metode investasi pembagian hasil bagi seluruh anggotanya. Para konglomerat dunia berlomba-lomba untuk menginvestasikan dananya untuk VOC.
Dukungan Negeri Belanda pada aspek ini juga berperan dalam mekanisme ekonomi bagi hasil. Khusus di wilayah Indonesia, pemangku tertinggi berada dalam kuasa seorang Gubernur Jenderal VOC, yang berkedudukan di Batavia.
Pendiri VOC diketahui bernama Pieter Both pada tahun 1610. Diantara nama penguasa terkenal adalah J.P. Coen yang berkuasa pada tahun 1619 hingga tahun 1629.
Sesuai piagam Octrooi, hak istimewa VOC diantaranya adalah pembentukan armada militer yang dibiayai secara mandiri. Artinya tidak dibawah wewenang pemerintah Belanda, apabila terjadi berbagai pelanggaran tindak kekerasan yang terjadi.
Kendali ekonomi di kawasan Indonesia pada masa itu diatur secara penuh tanpa ada kebijakan kompromi. Khususnya bagi perdagangan rempah-rempah dan palawija.
Secara lambat laun, hak istimewa ini memberi dampak negatif bagi VOC. Sebagai konsekuensi dari praktik-praktik korupsi yang terjadi selama berkuasa di wilayah jajahannya.
Hak monopoli dagang, hingga penetapan pajak, menjadi area-area rawan yang justru membuat VOC mengalami kerugian besar.
Sebutlah dalam upaya meredam perlawanan rakyat Aceh, ataupun Jawa. Ketika menghadapi sikap kesewenang-wenangan kompeni dalam menerapkan praktik kebijakannya.
Diluar daripada itu, pendekatan militeristik dalam upaya meredam perlawanan, tentu saja memberi ruang bagi kebangkitan rasa solidaritas dalam berjuang. Sejarah Indonesia menjelaskan tipologi solidaritas dalam berbagai literasi sejarah perlawanan kedaerahan hingga masa kebangkitan nasional.
Semoga dapat memberi hikmah dalam realitas saat ini. Praktik korupsi yang banyak terjadi di VOC pada akhirnya membuat perusahaan ini bangkrut. Dimana kemudian hak-hak istimewanya dicabut kembali oleh pemerintah Belanda pada tahun 1799.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H