Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ratu Kalinyamat di antara Kisah Misteri dan Epos Kepahlawanan

5 Agustus 2021   19:53 Diperbarui: 5 Agustus 2021   20:00 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertengahan Abad ke 16 wilayah Asia Tenggara tengah jadi perebutan negara-negara Eropa. Sebutlah Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda. Mereka mulai mencari wilayah yang mudah ditaklukkan guna mendapatkan rempah-rempah. Kala itu, rempah-rempah merupakan komoditi utama bangsa Eropa.

Kerajaan Kalinyamat saat itu berada di wilayah Jepara. Dahulu Jepara masih terpisah dengan Jawa Tengah. Selat Murialah yang menjadi garis demarkasi antara Kerajaan Kalinyamat dengan Kesultanan Demak. Selat ini terbentang dari wilayah barat Demak hingga daerah Juwana.

Wajar bila Demak dapat dikatakan sebagai Kesultanan Maritim yang menguasai perdagangan di Laut Jawa. Sedangkan eksistensi Kerajaan Kalinyamat sendiri dapat dikatakan sebagai penyeimbang antara dua kerajaan yang terpisah pada sisi utara dan selatan.

Pelabuhan Demak dan Pelabuhan Kalinyamat dalam aspek ekonomi dapat dikatakan sama-sama berkembang. Hanya saja ketika kedamaian itu berakhir akibat upaya Aryo Penangsang merebut takhta Kesultanan Demak sepeninggal Sultan Trenggana, dengan jalan membunuh Sunan Prawoto.

Sedangkan Ratu Kalinyamat sendiri adalah bibi dari Sunan Prawoto. Nah, konflik politik inilah yang membuat Ratu Kalinyamat menuntut balas kepada Aryo Penangsang. Jadi, dapat dikemukakan bahwa sang Ratu ini menghadapi dua persoalan sekaligus. Penjajah Portugis dan persoalan internal Kerajaan.

Ritual Tapa Wudo Simbol Kekuatan Jiwa

Suatu waktu Ratu Kalinyamat bersama suaminya Pangeran Hadirin datang ke Demak untuk meminta pertanggungjawaban atas meninggalnya Suna Prawoto. Bersama para pengawalnya, ia disergap oleh pasukan Aryo Penangsang, yang tidak suka atas kehadirannya ke wilayah kekuasaannya.

Pangeran Hadirin terbunuh dalam suatu pertempuran, sedangkan Ratu Kalinyamat berhasil mundur ke wilayah Kerajaannya. Karena kematian suaminya tersebut, Sang Ratu memutuskan untuk melakukan ritual Tapa Wudo. Sebuah laku spiritual yang saat ini menimbulkan polemik dalam sejarah Kalinyamat.

Dalam pengertian Jawa, Tapa Wudo dapat dikatakan sebagai ritual tanpa busana. Walau kalangan peneliti menyebutkan Tapa Wudo lebih mengarah pada ritual menanggalkan jabatan selama sang pelaku mensucikan diri. Jadi tidak sesuai dengan perspektif Jawa ritual ini dilakukan.

Simbolisme jabatan Sang Ratu ditanggalkan guna mendapatkan kekuatan yang besar untuk dirinya. Kekuatan tersebut dapat dijelaskan sebagai upaya melakukan penghimpunan pasukan dari kalangan rakyat tanpa memandang status sosial Kalinyamat.

Sumpah untuk meminum darah dari Aryo Penangsang membuat dirinya semakin disegani kawan ataupun lawan. Semua semakin bergidik tatkala berhadapan dengannya di medan laga. Selain dari kewibawaannya dipanggung politik masyarakat Jawa kala itu. Namanya semakin terkenal akibat keberaniannya menentang penjajah.

Ia melihat dua persoalan yang membutuhkan kekuatan besar dalam menyelesaikannya. Pertama adalah masalahnya dengan pasukan Aryo Penangsang, dan kedua adalah penjajah Portugis mulai mendominasi Laut Jawa.

Tak perlu waktu lama, Aryo Penangsang akhirnya terbunuh dalam sebuah pertempuran dengan Danang Sutowijoyo di daerah Kedung Srengenge. Pasukan Danang mendapatkan bantuan dari Ratu Kalinyamat dalam tujuan membalaskan kematian suami dan saudaranya di Demak.

Upaya Mengalahkan Dominasi Portugis di Malaka

Ketika Kesultanan Johor di Malaka telah dikuasai oleh Portugis, Sultan Johor meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk datang membantu membebaskan Malaka. Tercatat pada tahun 1550 Sang Ratu mengirimkan 4000 pasukan Jepara beserta 40 kapal ekspedisi guna membantu Johor memerangi Portugis.

Beberapa kali ekspedisi mengalahkan dominasi Portugis di Malaka selalu dapat dipatahkan. Tapi ia tak kenal menyerah, hingga tahun 1573 serangan terus dilakukan oleh para pejuang Jepara. Terhitung 15.000 pasukan Jepara beserta 300 kapal berangkat ke Malaka dan dipimpin oleh Demang Laksamana.

Atas kegigihannya, Diego de Cauto sejarawan Portugis memberitakannya bahwa di Jawa ada Ratu Jepara yang kaya dan berkuasa, ia adalah seorang pemberani. Kekuatan perangnya tidak dapat diremehkan kala itu.

Walau usaha mengalahkan Portugis di Malaka dapat dikatakan tidak berhasil, tetapi upayanya mampu mengalahkan dominasi ekonomi Portugis di Malaka. Pasukan Jepara dibawah kendalinya dianggap sebagai kekuatan besar yang dapat menjadi tandingan armada-armada Eropa.

Tetapi apabila ditinjau dari aspek ekonomi perdagangan di kawasan Laut Jawa, dominasi Portugis tidak lagi jadi penghambat utama. Faktor lain adalah adanya armada Belanda yang mulai hadir di Malaka dan mulai melakukan penetrasi politiknya di Jawa dan Sumatera.

Ratu Kalinyamat meninggal pada tahun 1579. Kerajaan Kalinyamat sendiri runtuh akibat diserang oleh pasukan Panembahan Senopati dari Mataram. Atas usahanya yang gigih dalam menentang upaya kolonialisme Portugis, ia sempat diusulkan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun