Hingga hasil perundingan Konferensi Meja Bundar di tahun 1949 disepakati, berangsur-angsur dominasi Belanda di Sulawesi mulai berkurang. Mereka fokus di Hollandia, Papua, untuk membangun pangkalan perangnya disana.
Sementara itu Sitti sudah tercatat sebagai pengajar di Sekolah Rakyat (SR) sejak pertengahan tahun 1948. Kebetulan, pemilik sekolah adalah seorang tokoh yang mendukung kegiatan para pejuang. Sitti mengajar di SR Wanita Labukkang hingga tahun 1950, karena harus pindah ke Jawa Timur.
Tercatat kurang lebih 40.000 jiwa meninggal dalam upaya penumpasan pejuang Republik  di Sulawesi Selatan. Selama bulan Desember 1946 hingga Maret 1947, DST NICA dibawah komando Westerling bertanggung jawab terhadap tragedi berdarah ini. Keluarga Sitti ada diantara para korbannya.
Ia adalah satu dari puluhan pejuang yang selamat dari tragedi pembantaian di Sulawesi Tenggara oleh Westerling. Para pejuang yang tidak berharap untuk dapat dikenang. Tetapi berharap agar kisah perjuangannya jangan sampai kita lupakan. Khususnya untuk generasi yang akan datang. Semoga mengispirasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H