Mohon tunggu...
Hendra Fahrizal
Hendra Fahrizal Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Certified Filmmaker and Script Writer.

Hendra Fahrizal, berdomisli di Banda Aceh. IG : @hendra_fahrizal Email : hendrafahrizal@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konspirasi Kristen dalam Menjerumuskan Umat Islam dan seterusnya dan Seterusnya...

12 Oktober 2014   19:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:21 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

2. Secara keseluruhan, tak menyertakan kaidah 5W+1H sebagai standar pemberitaan.

3. Tak memberikan tautan terhadap pemberitaan tersebut, salah satunya tautan dari Newsweek-nya. Bila pun ada tautan, cek, apakah tautan itu benar ataukah tautan palsu.

Selebihnya, Anda dapat lakukan cross cek :

4. Benarkah ada harian bernama Newsweek? Newsweek memang ada, tapi bukan harian, namun mingguan. Ia seperti Majalah (cetak/online) Tempo atau Detik yang terbit setiap minggu. Dari kata 'week' saja sudah sangat menjelaskan bahwa newsweek terbit mingguan.

5. Graham Russel itu hanya penokohan saya saja. Sudah pasti Twitter tak punya CEO bernama demikian. Graham Russel adalah salah satu personel Air Supply, band kenamaan era 90an, favorit saya.

Kenapa tidak di cek dulu kebenaran informasi ini :

6. 31.102 ayat dalam Injil? Mana saya tahu? Sebagai muslim, pegang saja tak pernah, konon lagi baca atau menghafal jumlah ayatnya. Kenapa tidak di cek ke seorang teman beragama nasrani yang paham soal itu? Bila belum dilakukan, atau malas dilakukan, jangan sebarkan.

7. "Anda bisa cek tweet Dorsey terakhir saat ia mengatakan itu." Ini juga bisa dicek. Bila tak dilakukan, jangan sebarkan.

Terakhir, lebih baik menjadi "curigamen" daripada jadi "ketipumen"

Mengapa saya menulis berita bohong itu? Tentu saja untuk pembelajaran. Lalu mengapa saya memilih tema Twitter. Kenapa bukan Palestina atau yang lain? Jawabannya adalah motif. Saya --walaupun memiliki akun Twitter -- kurang menyukai batasan karakter pada Twitter. Sebagai seorang copy writer, batasan itu menghambat saya mengeksplorasi kalimat sehingga tersampaikan dan dicerna baik oleh pembaca. Terlebih lagi, mustahil pula membuat kalimat lengkap dengan kaidah 5W+1H dengan 140 karakter. Karena itu pula, saya memiliki motif pribadi untuk menghimpun orang-orang agar tak menyukai Twitter agar "menggugat" batasan 140 karakter itu dengan membuat berita bohong, hoax.

Lalu mengapa saya menggunakan sentimen agama? Isu agama itu sangat seksi. Dengan menggunakan isu agama, itu memberi potensi peluang Tweet saya tak cuma berhenti disegelintir teman-teman saya saja. Dengan menggunakan sentimen agama, lebih menjamin bahwa hoax yang saya buat akan membahana seantero negeri dan bahkan ikut disebarluaskan oleh orang-orang yang tak mengenal saya. Karena saya paham benar, umat Islam Indonesia ini sangat primordial, gampang diprovokasi, seperti sabda nabi dalam sebuah hadistnya, "umat Islam itu banyak, tapi (hanya) seperti buih dilautan," mengikuti saja saat diombang-ambing ombak. Mereka menerima saja apapun berita berkenaan dengan masalah agama, lalu menyebarluaskannya atas nama meneruskan dakwah. Bukankah meneruskan berita baik pahalanya setimpal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun