Mohon tunggu...
Hendradi Hardhienata
Hendradi Hardhienata Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Dr. rer. nat. Fisika Teoretik dari Universitas Linz, Austria. Anggota himpunan keilmuan: Indonesian Optical Society (INOS), Austrian Physical Society (OePG) dan Optical Society of America (OSA).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tanggapan Soal "PR Anak 2 SD yang Membuat Heboh Facebook" (Updated)

22 September 2014   21:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:55 2004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1411369170170430967

Akan tetapi operasi perkalian dalam matematika tidak selalu komutatif. Misalkan jika A dan B adalah matriks maka secara umum A B tidak sama dengan B A , hanya jika kedua matriks A dan B bisa didiagonalisasi artinya hanya komponen diagonalnya saja yang bisa bernilai sedangkan komponen lainnya nol maka operasi komutatif berlaku. Contoh lainnya adalah jika A dan B adalah operator atau suatu yang baru memiliki nilai ketika dioperasikan pada sesuatu katakanlah fungsi f, secara umum tidak harus komutatif. Misalkan operator diferensial dalam fisika biasanya tidak selalu komutatif.

Ada argumen kontra bahwa maksud guru di sini mengajarkan proses perkalian, sehingga argumen di atas tidak bisa digunakan. Misalkan minum obat tiga kali sehari kan tidak sama dengan satu kali tiga, atau cicilan motor 20 kali 12 tidak sama dengan 12 kali 20. Di sini saya bisa membantah argumen tersebut sebagai berikut: Apakah 'kali' dalam kalimat sebelumnya adalah operator matematika dan A dan B adalah bilangan bulat atau rasional? Jika Anda katakan itu tidak sama maka kali di sini BUKAN operator matematika tetapi suatu makhluk lain misalkan bermakna linguistik: sebanyak n dalam waktu....Jika Anda anggap sama maka Anda harus konsisten dalam menerapkan definisi mana variabel terkait peggunaan dan mana terkait dosis obat:

A= banyaknya penggunaan
B = dosis obat

A=3 B=1

Maka A B = 3 kali penggunaan x 1 dosis obat = 1 dosis obat x 3 kali penggunaan

Begitu juga argumen soal bata, buah,keranjang, dll. harus jelas:
Bata= 6 Pengangkutan =4

Bata x Pengangkutan = Pengangkutan x Bata = 6 x 4 = 4 x 6 secara proses idem/sama!

Dalam fisika sering dikatakan terdapat freedom of choice atau kebebasan dalam pemilihan cara. Misalnya ada banyak pemilihan potensial yang sahih dalam memperoleh nilai medan listrik dan magnet di satu titik (dikarenakan prinsip simetri)

Inilah mengapa saya bersebrangan dengan pendapat Prof. T. Djamaludin atau Prof. Yohannes Surya (mengenai kesepakatan), karena misalnya meninjau dua kasus berbeda yakni dalam kasus bata mengganti bata menjadi 4 dan pengankutan menjadi 6. Ini adalah dua hal yang berbeda tentu saja hubungan komutasinya tidak sama. Ada flaw in thinking disini. Yang selalu sama adalah

4 bata x 6 pengangkutan = 6 pengangkutan x 4 bata

kemudian mengenai masalah kesepakatan mana yang ditulis didepan, itu adalah sesuatu additional constraint atau justru menjadi beban tambahan toh kedua pemilihan sama sama valid (by commutative law).

So, mengapa kita harus mengistimewakan satu padahal yang lain juga merupakan representasi setara? Ini sama dengan pemilihan kerangka acuan dalam fisika, semua kerangka acuan inersial melihat hukum fisika yang sama dikarenakan simetri (invariansi lorentzian). Ini adalah salah satu teorema fundamental fisika mengapa teorema fundamental fisika/atau kebebesan matematika harus diduakan oleh kesepakatan yang condong pada argumen by authority? Kalau kesepakatan ini adalah kesepakatan internasional, saya rasa juga tidak karena buku acuan di negara X dan Y bisa tidak sepakat dalam menentukan mana variabel angka dan mana variabel penjumlahan berulang. Matematika adalah bahasa universal dan harus tetap begitu . Lagipula kalau referensinya adalah dari luar---- so what? Kita harus bangga dengan pemikiran kita sendiri, apa yang ditulis pakar asing pun bisa wrong! Bangsa Indonesia memiliki gambaran sendiri mengenai arti kemerdekaan dan prinsip bangsa (Pancasila) dan budaya yang unik. Kita juga harus berani mengatakan: NO to mencontoh sesuatu yang sempit dan move on ke pemikiran yang lebih general. Saya yakin anak kalau diajari bahwa minum obat 1 dosis 3 kali sehari sama dengan 3 kali sehari minum obat satu dosis akan paham karena ada keterangan yang menyertai.  Generasi muda bangsa ini baik didalam maupun luar negeri harus mandiri dalam berpikir dan cerdas. Kurikulum harus disusun oleh orang orang Indonesia sendiri dengan mental cerdas mandiri, yang melihat secara jauh konsekuensi dari harus sama dengan contoh. Creativity...creativity....we need creativity....!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun