Tetapi, tidaklah semudah itu. Karena kemudian pengurus lain dari partai bersangkutan akan menarik garis demarkasi tegas antara tindakan pengurus partai yang mewakili dirinya sendiri dengan kepentingan atau kehendak partai. Dalam hal ini, para pengurus partai akan merujuk pada AD/ART dan mekanisme dalam partai itu untuk menyatakan bahwa tindakan itu tidak pernah diputuskan oleh partai atau partai mendapat manfaat karenanya.
Pada beberapa kasus korupsi terdahulu yang melibatkan para pengurus, pimpinan bahkan ketua umum partai, dinyatakan bahwa partai tidak terlibat. Sanggahan itu dinyatakan misalnya, tidak ada rapat resmi pengambilankeputusan penugasan pengurus partai “mencari uang haram”. Jikapun ada aliran uang masuk ke partai politik, dalam beberapa kasus tidak pernah masuk ke kas atau rekening resmi partai yang dinyatakan sebagai uang masuk ke partai. Tetapi masuk ke rekening pribadi atau rekening perusahaan. Contohnya Nazarudin yang jelas sebagai bendahara partai.
Kesimpulannya: Tidak mudah untuk menghukum partai. Apalagi mewacanakan pembubaran partai politik hanya karena menerima aliran uang hasil korupsi.
Salam Kompasiana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI