Potensi malpraktik berikutnya adalah pada saat penghitungan suara. Masih segar di ingatan kita terkait sengketa ini di pemilu 2019 lalu. Untuk menyiasatinya, peserta pemilu 2020, baik calon dari partai maupun perseorangan, harus memenuhi keperluan untuk menyediakan saksi di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). Psikologi pemilih untuk menjaga jarak sosial dalam masa PSBB bisa menjadi kendala bagi munculnya pengawasan yang sifatnya partisipatif. Selain itu, pada situasi sulit di tengah PSBB bisa jadi calon juga kesulitan mencari saksi, dan situasi yang sama juga bisa dialami oleh pengawas pemilu di daerah.
Keempat isu ini dianggap sebagai tantangan yang mau tidak mau harus segera diatasi saat memasuki kompetisi elektoral di masa pandemi. Agar kompetisi elektoral semakin menarik di tengah pandemi setiap peserta pemilu harus mampu memberikan kontribusi nyata, tanggungjawab dan program kerja yang solutif untuk menjawab kebutuhan masyarakat selama pandemi.
Peluang
Dalam situasi tengah pandemi, setidaknya ada 2 peluang yang bisa dimanfaatkan yakni: Peluang secara sosial-politik dan Peluang sosial-ekonomi. Kondisi yang sulit di tengah pandemi tentu tidak memungkinkan bagi calon untuk mengumpulkan massa di lapangan terbuka. Dan ini sangat menguntungkan dari sisi kedekatan calon pemimpin dan masyarakatnya. Sebab, permasalahan mendasar dari kompetisi elektoral selama ini adalah terjadinya jarak antara kandidat dengan masyarakat, penyampaian pesan politik ke masyarakat selalu diperankan oleh tim sukses. Kondisi pandemi saat ini memberikan peluang kepada kandidat dan masyarakat untuk menjalin komunikasi dengan lebih dekat, dengan segala keterbatasan interaksi terbuka maka peluang untuk "ketuk pintu" atau door to door mutlak harus dilakukan oleh kandidat jika ingin memenangkan kompetisi elektoral di tahun 2020.
Peluang selanjutnya tidak terlepas dari peluang ekonomi, harus ditegaskan bahwa pemilu di tengah pandemi tidak bisa dilepaskan dari protokol kesehatan, dan anggaran pemilu wajib dialokasikan pada pemenuhan APD, Masker, Hand sanitizer dan sebagainya. Kebijakan ini membuka peluang bagi keberlangsungan usaha kecil untuk memproduksi perlengkapan tersebut di daerah sehingga ekonomi kerakyatan bisa tetap berhidup.
 Di tengah segala kesulitan yang ada, pilihan negara demokratis seperti Indonesia, bukan tanpa tanggungjawab dan konsekuensi-konsekuensi logis. Kita percaya bahwa ditengah kerja keras melawan pandemi, kita juga harus menjalankan demokrasi yang berkualitas. Sebab, dalam kondisi force major demokrasi sebagai salah satu alat untuk melahirkan pemimpin yang berkelanjutan, dan sebagai pernyataan untuk optimisme publik.
      * Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana, Magister Ilmu Politik FISIP USU Angkatan 2020.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI