Tahun 2023, sebanyak 110 event lokal lolos kurasi dan masuk dalam daftar Kharisma Event Nusantara (KEN). Artinya, akan ada support dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk mempromosikan agenda kegiatan pariwisata kota atau kabupaten yang terpilih tersebut.
Festival Rujak Uleg Surabaya (FRUS) untuk pertama kalinya menjadi bagian dari KEN atau yang dikenal sebagai kalender event pariwisata skala nasional itu . Hal ini adalah salah satu upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam melestarikan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang telah menetapkan Rujak Uleg menjadi makanan khas Kota Pahlawan. Selain juga untuk mempromosikan kegiatan seni budaya di tingkat nasional hingga internasional.
Sehubungan dengan itulah, maka pelaksanaan yang digelar pada Sabtu, 6 Mei 2023 Â berlangsung dengan pengetatan di beberapa bagian agar pelaksanaan acara bisa nampak lebih baik.Â
Misalnya ada area yang steril dari masyarakat umum. Khusus peserta, pejabat dan undangan khusus. Ada penentuan skala prioritas siapa saja yang boleh berada di area-area tertentu. Sebab kalau tak begitu, bisa kacau, crowded, sesak oleh lautan manusia. Semua ingin mendapat tempat terdepan dan paling strategis.
Flashback
Sensasi dalam mengikuti acara dalam rangka menyambut Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ini, tulisan pertama bisa dibaca pada artikel Serunya Festival Rujak Uleg Surabaya.  Tidak rutin juga saya hadir saban tahunnya.Â
Hingga terakhir datang di FRUS ini sebelum adanya pandemi global, tahun 2019 lalu. Gelaran yang juga ada pemecahan rekor MURI ini bisa dibaca di artikel Festival Rujak Uleg Surabaya 2019.
Artinya, minimal bagi saya, agenda wisata tahunan andalan Surabaya ini bukanlah hal yang asing sama sekali. Tetap ada rasa penasaran untuk memperbandingkan keunikan dan keseruan yang terjadi di dalamnya.
Dua tahun acara ini vakum. Baru digelar lagi di tahun 2022. Nah, berhubung waktu itu informasi resminya mengatakan kalau "ada sesuatu yang baru", kelihatannya menarik untuk didatangi kembali. Tapi... karena agendanya jadi malam hari jam 19.00 WIB seremoni resminya, langsung batal keinginan tersebut .
"Rujakan kok malam-malam, lho. Ya, gak asyiklah...!"
Okelah, saya memakluminya. Mungkin ingin ganti suasana lain. Sebab dulu dilakukan siang-sore hari, panasnya hot potato-potato. Tau gak maksudnya? Panas kenthang-kenthang.  Panas luar biasa... Jam 2 sudah mulai prepare. Ya gobyoslah awak, wkwkwk...
Maka, diubahlah acara ini menjadi pagi. Sekitar Jam 8-9 seremoninya. Lumayan, waktunya masih tak jauh dari golden moment kalau istilah fotografi. Selesai jam 10-an, masih panas normal.
Pergantian waktu ke pagi ini dirasakan lebih nyaman. Wajah-wajah peserta dengan kostum dan dandanan yang unik-unik itu tampak lebih fresh kalau diabadikan lewat gambar diam atau gerak (foto dan video).
Evaluasi Gaya Komunikasi
Sebenarnya, tahun 2023 ini ada rencana untuk bisa hadir kembali. Mencoba mencari tahu apa lagi yang unik di event yang digelar kali ini. Namun sejumlah pertanyaan netizen/warganet lewat kolom komentar di akun resmi milik Pemkot Surabaya tidak jua segera mendapatkan jawaban pasti yang memuaskan.
Simpel saja sebenarnya yang ditanyakan. "Min, mulai jam piro?" Maksudnya, warga medsos ini kepingin tau detil waktu (jam) pelaksanaannya. Jangan cuma tempat dan tanggalnya doang.
Hingga menjelang 1-2 hari kemudian, barulah muncul informasi resmi bahwa kegiatan akan digelar kembali pada sore hari jam 16.00 WIB. Nah, jam segini, artinya masih membuka peluang lagi hadir memarakkan suasana.
Namun sayang, rupanya itu hanya menunjukkan open gate. Acara resminya kembali sama seperti tahun lalu, jam 7 malam. Wes, batal dah... Ditambah sinyal tubuh menandakan agak kurang fit.
Biasanya sih, memang persiapan acara dilakukan 2 jam sebelumnya. Akan ada acara gladi terlebih dulu. Nah, momen-momen keseruan dan kelucuan dari peserta FRUS inilah yang biasanya banyak ditunggu hadirin alias pengunjung. Jadi hiburan dan sekaligus penyemangat buat peserta itu sendiri.
Pesta Pejabat?
Beberapa akun live medsos undangannya adalah ajakan untuk turut meramaikan acara FRUS 2023. "Yuk segera merapat, yo, Rek... Ojok sampek ketinggalan."
Penggalan kata manis ini misalnya, Â meluncur dari seseorang di balik nama akun resmi yang terus melaporkan kegiatan pra pendahuluan alias gladi bersih.
Di rumah, nonton lewat tayangan live IG, pandangan mata tertuju pada salah satu video yang menunjukkan adanya pembatas pagar besi. "Oh no..." Ini bakalan tambah gak asyik. Jelas penonton, warga umum akan berjubel di balik pagar besi setinggi kira-kira 125 cm ini.
Lumayanlah, walau absen, bisa melepas kangen acara. Tak perlu ikut berdesak-desakan. Kapok deh menonton penonton ketimbang suguhan acaranya.
Nah rupanya di balik gebyar acara yang terdokumentasikan secara apik ini, ternyata terselip pula banyak kekecewaan dari warga yang sudah kadung (terlanjur) datang ini. Mereka tidak boleh masuk ke area red carpet. Nanti sesudah acara seremonial selesai digelar, baru diperbolehkan. Begitu testimoni dari warga yang hadir on the spot.Â
Agak viral juga sih ternyata video ini. Komentar-komentarnya banyak mengarah pada "pesta pejabat" dan tidak cocok dikatakan ini "pesta rakyat".
Lalu ada juga yang membandingkan dengan pelaksanaan antara ketika dipimpin oleh walikota sekarang dan sebelumnya. "Lebih merakyat, tidak banyak batasan".
Perimbangan
Memang, dilihat dari salah satu sudut pandang ada benarnya. Dan itu harus menjadi catatan dan evaluasi buat para pemangku kepentingan dan siapapun pihak yang terkait dengan gelaran FRUS ini.
Kritik dan saran sebagai masukan agar bisa berbenah lebih baik lagi. Karena tidak mungkin sebuah acara dikemas begitu rupa hanya menonjolkan satu sisi wajah. Kemewahan, glamour, gebyar yang nampak hadir lewat balutan dokumentasi yang tertata apik.
Bolehlah itu sebagai branding biar lebih banyak wisatawan yang bisa hadir. Kunjungan ke sebuah kota akan menambah devisa. Meningkatkan roda perekonomian.
Namun kalau ekspetasi yang muncul kemudian dari dokumentasi yang tersaji itu, berbanding terbalik dengan realita lapangan, maka itu juga bisa  menjadi bumerang. Ternyata jauh tak seperti yang dibayangkan semula.
"Beruntung tak jadi mengajak teman-teman dari luar kota. Wah, bisa malu saya,"Â seperti ungkapan warganet di kolom komentar.
Kerjasama Baik
Saya memahami kekecewaan warga umum yang tak bisa masuk ke area inti pada saat kegiatan resmi tengah berlangsung. Konon, baru jam 9 malam, mereka baru diperbolehkan bebas masuk ke area yang tadinya steril itu. Tapi kebanyakan, ya sudah pada kehilangan mood. Atau sudah pulang duluan. Tak jadi lanjut sampai tuntas acara.
Memang sih, pembatasan itu perlu dilakukan. Tidak bisa tidak. Sudah lumrah ini dilakukan, Sebab tanpa itu jadinya malah semrawut. Peserta ruang geraknya jadi tambah terbatas. Padahal aksi gaya mereka juga termasuk salah satu penilaian lomba yang berhadiah uang pembinaan ini.
Kalau semua pengunjung tertib dan bisa diatur sih sebenarnya ya bisa. Tapi dalam situasi seperti itu tidak ada jaminan. Petugas akan kewalahan. Apalagi jika ada yang bandel dan mbeling. Bisa membuat rusak tatanan.
Demikianpun kalau pengunjung juga pengin nimbrung, ikut merasakan olahan rujak uleg peserta, bisa kebagian kok.  Asal tertib, sabar, dan tidak berebutan.
Nah, kalau pesertanya kreatif, di antara mereka sudah ada yang menyediakan stok bumbu setengah jadi. Maka, tinggal meracik bahan-bahan pendukungnya, bisa lebih cepat dibagikan dan tandas.
Tanpa punya kesadaran bersama bahwa ini acara publik, bahan-bahan rujak yang berada di meja tadi bisa ludes lebih dulu. Malah tambah panjang kan urusannya...
Artinya, memang perlu pemahaman bersama yang lebih baik. Peserta bisa nyaman, masyarakat umum bisa menyaksikan dengan baik. Petugas tenang. Pekerja media juga senang. Sama-sama bisa menikmati acara yang sama. Dengan kapasitas dan kepentingannya masing-masing.
Branding Seimbang
Terakhir, barangkali ini juga masukan dari warganet, khususnya konten kreator. Sebenarnya secara khusus maksudnya baik. Turut andil dalam memarakkan serta mempromosikan gratis kegiatan kota. Namun minimnya usaha kolaborasi ini menjadi kontra produktif. Wajah acara akhirnya terbelah. Versi baik menurut penyelenggara. Tidak baik menurut warganet.
Ada baiknya, Pemkot Surabaya bisa memberikan ruang partisipasi publik ke warga. Misalnya, dulu sih pernah dilakukan dengan membuat semacam lomba foto, blog, dan video. Nah peserta resmi terdaftar ini dapat keplek, ID khusus.
Lumayan kan, celah-celah atau ruang kosong lain yang luput dari pemberitaan media mainstream bisa  diisi oleh mereka ini. Lebih kaya informasi yang bisa didapatkan lewat karya yang diproduksi. Dapat branding bagus yang lebih banyak lagi.
Akhir kata semoga apa yang menjadi keresahan dan uneg-uneg warga lewat jalur medsos ini bisa lebih mendapatkan perhatian serius. Toh, semua juga untuk kebaikan bersama...
Hendra Setiawan
Surabaya, 8 Mei 2023
*) Sumber:Â
- Instagram: Bangga Surabaya, Sapawarga Surabaya, Sparkling Surabaya, Love Suroboyo
- TikTok: Â Asli Suroboyo, Surabaya Punya Info, Surabaya Terkini, Kuliner Nglencer, My Journey 233
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H