Konser Musik Agustusan
Kegiatan untuk komunitas dan masyarakat umumnya di Surabaya ini adalah bagian kedua. Sebelumnya, diawali dari homebase di kota Malang tepat di hari kemerdekaan.
Selain bermusik, melantunkan karya-karya sendiri, di kota Pahlawan ini, grup ADB & Penyelaras juga menyanyikan lagu karya musisi legenda Surabaya. Small tributes untuk Gombloh (lagu Kebyar-Kebyar), Leo Kristi (lagu Dirgahayu Indonesia Raya), dan Franky Sahilatua (lagu Perahu Retak).
Anggota grup Penyelaras sendiri kini digawangi oleh Charles Djalu, Endri Wejoe, Andhika R. N., Redy Prasetyo, dan Retno Pamedarsih, serta Angga. Ditambah Kurnia Wahyu sebagai auditional player.
Sajian yang masih erat dengan nuansa bulan kemerdekaan ini, diawali dengan suguhan tarian khas Jawatimuran. Ada yang khas Banyuwangi, serta karya tuan rumah berupa Sparkling Surabaya (bukan Remo seperti biasanya). Tak lupa juga dengan menyanyikan bersama Indonesia Raya sebagai lagu wajib acara.
Sementara untuk sesi bincang-bincangnya, menghadirkan dosen Geofisika ITS Dr. Amien Widodo. Dialog ini mengambil tema “Tapal Kuda dan Selat Madura Purba; dari Bojonegoro sampai Sidoarjo; dari Prasejarah, Majapahit sampek Saiki (* sampai sekarang)” .
Ilmu Pengetahuan dalam Karya dan Rasa
Menikmati karya ADB & Penyelaras seakan menemukan cara baru dalam bereskplorasi seni, tanpa meninggalkan latar belakang keilmuan yang dimiliki. Artinya, kerinduan Andang sebagai geologis senior yang ingin memasyarakatkan ilmu dan pengetahuan ini ke tengah masyarakat pada umumnya, bisa terangkum lebih ‘membumi’. Tak melulu dalam bentuk artikel resmi yang berpanjang kata. Namun bisa dalam bentuk tuturan kata sederhana lewat baris-baris pendek semacam puisi.
Karya-karyanya akhirnya bisa menjelma dalam bentuk lagu, dari perkenalannya yang tidak disengaja dengan duo anggota Penyelaras. “Ketemunya waktu di Perancis, saat tur musik ke Eropa,” kata Charles Djalu mengisahkan.
Waktu itu ia bersama rekannya Endri Wejoe yang tergabung dalam grup musik Splendid Dialog memperkenalkan folk music tanah air di beberapa negara kawasan Eropa (tahun 2019). “Wah kayaknya asyik ini. Waktu itu saya pikir kayaknya cocok ini, karena saya lihat musiknya juga puitis,” kenang Andang yang kala itu masih bermukim di negeri Menara Eiffel.