Hari ini, Kamis, 26 Meri 2022, umat kristiani pada umumnya (Katolik dan Protestan) memperingati Hari Raya Kenaikan Tuhan. Ya, karena denominasi Ortodoks memakai dasar kalender Julian, yang berselang lebih lambat 10 hari dengan kalender Masehi (Gregorian).
Istilah lain yang lebih populer menyebutnya dengan Kenaikan Yesus Kristus. Namun kalender versi pemerintah Indonesia menuliskannya sebagai Kenaikan Isa Almasih.
Hari Raya Kenaikan Tuhan ini hitungannya adalah 40 hari setelah hari Minggu sebagai peringatan pekan Paskah pertama. Tiga hari sesudah wafat-Nya, yang biasa dinamakan dengan Jumat Agung.Â
Libur hari besar keagamaan ini pasti akan selalu jatuh di hari Kamis setiap tahunnya. Hanya tanggalnya yang selalu berubah.
Peringatan ini merupakan satu dari lima rangkaian penting dari hari raya utama umat Kristen. Secara berurutan adalah:
1. Kelahiran Yesus (Natal);
2. Wafat Yesus (Jumat Agung);
3. Kebangkitan Yesus (Paskah):
4. Kenaikan Yesus ke sorga; dan
5. Turunnya/pencurahan Roh Kudus (Pentakosta).
Polemik Nama
Soal penggunaan nama hari libur ini, seperti biasa akan selalu menjadi perdebatan dan tak kunjung usai. Mengingat satu "Pribadi" yang rujukannya dianggap sama secara personal. Namun jika ditilik lebih jauh, akan mendapati makna yang berbeda jauh di antara penganut agama Kristen dan Islam itu sendiri.
Tentu tulisan ini tak akan membahas jauh soal debat teologis yang terjadi. Namun hanya soal pemahaman dasar, di permukaan yang terlihat. Hal yang biasa dipersoalkan dalam konteks penamaan dalam kalender.
Secara sederhana saja, salah satunya adalah soal pemakaian nama "Isa". Pada kelompok Kristen sendiri, ada yang berpendapat bahwa nama itu tidak memiliki arti apa-apa. Kosong. Nama biasa yang tak punya keistimewaan.
Kalaupun ada transliterasi (terjemahan), nama yang dipergunakan yang benar semestinya Yasu'a (bukan Isa); sebagaimana Alkitab bahasa Arab menuliskannya. Nama Isa cenderung pada personal name masyarakat Arab ketimbang Ibrani; komunitas masyarakat asal mula Yesus.
Nama "Yesus" tak bisa diganti sembarangan dengan yang lain. Apalagi jika maknanya sampai hilang, seperti kata ganti "Isa". Yesus adalah terjemahan atau berasal dari beberapa bahasa. Antara lain dari kata "Iesus"Â (Latin), "Iesous" (Yunani), atau "Yesua"Â (Ibrani-Aram). Â Artinya, "Tuhan menyelamatkan".
Yesus adalah nama sakral, pemberian dari Tuhan sendiri, yang disampaikan melalui perantaraan malaikat Gabriel. "... engkau akan menamakan Dia Yesus, karena ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka".
Makna Rohani
Tentu saja ada korelasi hari libur keagamaan sebagaimana yang tertulis dalam kalender nasional. Satu nama dipakai untuk menyebut seluruh rangkaian peristiwa. Tidak mungkin mengganti salah satunya, namun yang lain masih tetap sama. Misalnya, ada hari raya yang memakai nama "Isa Almasih". Namun ada pula yang memakai nama "Yesus Kristus". Â Biar imbang atau adil begitu deh... :)
Antara Natal (kelahiran), Wafat, dan Kenaikan; keseluruhannya masih sama. Akan tetap memakai istilah atau nama Isa Almasih. Belum sampai pada penggantian nama menjadi Yesus Kristus.
Terkait dengan penamaan ini, tahun 2022 ini saja, di bulan Mei, setidaknya sudah 2 kali media mencatat terjadinya hoaks. Pertama, bahwa Kementerian Agama (Kemenag) akan mengubah judul Hari Wafat Isa Almasih menjadi Wafat Tuhan Yesus (sumber-1). Kedua, Kemenag akan mengganti nama hari libur Kenaikan Isa Almasih menjadi Kenaikan Tuhan Yesus (sumber-2) .
Memang sih, hari libur ini ditujukan utamanya kepada pemeluk agama kristiani di Indonesia. Namun jadi "lucu" ketika terminologi yang dipakai adalah dari sudut pandang agama Islam. Kembali lagi pada poin persoalan yang dibahas di atas; mempersamakan nama Yesus Kristus sebagai Isa Almasih.
Justru kalau mau lebh jujur, penggunaan nama Isa Almasih bisa jadi bumerang dalam pemahaman iman umat Islam sendiri. Pokok kajian pentingnya ada pada peringatan wafat Isa Almasih. Kalau peristiwa Kelahiran dan Kenaikan-Nya, barangkali tak seberapa pelik penjelasannya.
Dogma (pemahaman iman) kristiani jelas tak ada masalah mengenai wafatnya Yesus. Bahkan ketika teks Alkitab tak mencatat satupun cerita kematian-Nya di kayu salib sekalipun. Masih ada banyak tulisan non-biblikal dari para sejarawan yang hidup pada abad I-II Masehi. Mereka turut mencatat peristiwa sejarah tersebut dalam berbagai surat dan buku, yang sumber tekstualnya masih tersimpan di museum.
Dogma dalam Islam justru tidak mengakui wafatnya Isa. Ia dianggap masih hidup. Bukan Isa yang meninggal di kayu salib. Ada orang lain yang menggantikan posisi Isa. Ada orang lain yang diserupakan wajahnya.Â
Tentara Romawi bukan sedang menyalibkan Isa. Jadi Isa masih bebas dan hidup pasca peristiwa penyaliban (Jumat Agung). Makanya ketika ada peristiwa Kenaikan itu, Isa diangkat langsung dalam keadaan hidup.
Beda terbesar dalam pemahaman iman Kristen di sini adalah Yesus yang wafat. Tetapi  itu dalam kesementaraan waktu. Dia bangkit di hari ketiga, menggenapi nubuatan para nabi terdahulu. Makanya ada yang dinamakan Paska, yang jatuh pada hari Minggu itu.Â
Selama 40 hari sebelum kenaikan-Nya kembali ke sorga, Ia masih melakukan "misi" paripurnanya. Memberikan penguatan kepada para murid dan pengikut-Nya. Bahwa Dia benar-benar telah bangkit dari kematian jasmani (ragawi). Dia yang telah bangkit dan akan naik kembali ke sorga, itu adalah person yang sama, yang akan datang kembali kelak dengan tubuh kemuliaan yang sama.
Misi pesan terakhir dalam kehidupan-Nya di bumi adalah supaya para murid bisa menjadi saksi dan menyatakan kabar sukacita ini kepada segenap bangsa. Maksudnya, di luar bangsa Yahudi (Ibrani), komunitas kecil yang selama ini menjadi perekatnya. Bahwa warta keselamatan itu juga diberikan kepada bangsa-bangsa lainnya (goyim).
Pekerjaan Rumah
Ada baiknya memang, mengembalikan perayaan hari libur keagamaan ini kepada umat pemeluknya sendiri. Kerancuan atau salah kaprah jangan terus dibiarkan berlarut-larut.
Kalau toh nantinya ada umat Islam misalnya, mau menuliskan, "Selamat memperingati/merayakan...." dengan tetap mempergunakan nama Isa (bukan Yesus) sebagaimana keyakinan imannya, itu adalah hak dan soal lain.Â
Namun, tetap harus ada ruang publik yang diberikan pada umat yang sedang memperingati hari besar keagamaan tersebut. Supaya ada pemahaman dan pemaknaan yang lebih tepat. Bukan "dipaksa" mengikuti apa kata "penguasa".
Rumah besar Indonesia sedapat mungkin bisa mewadahi semua unsur umat beragama dan bermacam aliran kepercayaan yang hidup di dalamnya. Sudahi pemahaman sempit umat "mayoritas dan minoritas". Terminologi ini hanya cocok digunakan dalam politik parlemen; bukan pada ranah privat keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Selamat merayakan Kenaikan Yesus Kristus buat Saudara/i umat kristiani di manapun adanya. Salam toleransi dan damai buat kita semua...
26 Mei 2022
Hendra Setiawan
*) Â Terkait: Â Bertoleransi Lewat FYP Tiktok "Tuhan Yesus Tidak Berubah"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H