Istilah I Hate Monday disebut juga dengan Monday Disease atau "virus Senin". Mengapa begitu? Konon hal ini bermula dari gejala berulang dari para pekerja penyortir bulu domba (wool). Mereka terserang asma di hari Senin setelah libur akhir pekan. Asma ini diduga kuat berasal dari bulu domba itu. Makanya mereka sangat membenci tibanya hari Senin, lantas mengucapkan “I hate Monday”.
Perubahan Siklus Tubuh
Secara psikologis banyak orang membenci hari Senin. Hal ini karena adanya perubahan siklus alamiah tubuh. Pada akhir pekan itu, tubuh dan otak bekerja lebih santai, karena tidak perlu memikirkan pekerjaan yang berat-berat.
Namun begitu memasuki hari pertama dalam pekan yang berjalan, mode “on” aktif kembali. Mental yang baik harus dijaga untuk bisa beraktivitas kembali secara normalnya.
Pada libur akhir pekan, orang bisa bersantai, tidur-tiduran, bermalas-malasan. Waktu yang sebenarnya cukup untuk beristirahat. Meskipun begitu, ketika hari Senin tiba, saat mengalami kelelahan, orang bisa mudah marah. Seakan hari bebas dan bersantai-ria terenggunt, terampas dan hilang.
Pergantian siklus inilah yang membuat Senin terasa menjadi hari yang tidak menyenangkan. Jam biologis yang terasa menyenangkan di akhir pekan menjadi terganggu dengan berlalunya hari libur.
Menjaga Ritme Tubuh
Jam tidur. Bisa jadi ini hal yang sepele. “Nyaur utang”, membayar hutang tidur. Begitu kebanyakan alasan orang untuk bermalas-ria di hari libur. Lebih banyak waktunya dipakai tidur. Alasannya, karena selama bekerja, waktu tidurnya banyak berkurang.
Perubahan pola tidur di akhir pekan seperti ini sepertinya masuk di akal. Namun sesungguhnya, justru dengan adanya jam tidur ekstra di akhir pekan hanya membuat tubuh lebih lelah. Sebab jam biologis tubuh akan memproses ulang perunahan yang terjadi ini. Sehingga untuk bangun pagi pada hari Senin, rasanya lebih malas. Capek, dan masih kurang waktu istirahatnya.
Jadi alangkah baiknya untuk ke depan, jangan lagi melakukan aksi balas dendam dengan tidur lebih banyak durasi waktunya. Sebab, dari studi yang dilakukan, membayar “utang tidur” punya dampak yang sama seperti orang kurang tidur.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!