Banyak hari bersejarah yang terjadi di bulan Mei. Salah satunya hari ini, 17 Mei, yang diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Di tahun 2022 ini, genap usianya ke-10 tahun. Baru ditetapkan pada 2002 lalu, seiring dengan hari berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) pada 17 Mei 1980.
Tujuan peringatan Hari Buku Nasional yang utama adalah untuk meningkatkan dan menyadarkan masyarakat Indonesia atas pentingnya kemampuan literasi atau membaca sebuah buku. Hal ini mengingat data UNESCO pada waktu itu menyebut, tingkat melek huruf orang dewasa atau masyarakat Indonesia di atas 15 tahun berkisar di angka 87,9 persen.Â
Masih di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya. Seperti Malaysia (88,7 persen), Vietnam (90,3 persen), dan Thailand (92,6 persen).
Awal mula ide ini datang dari masyarakat pencinta buku. Mereka ingin memacu tingkat minat baca di masyarakat. Sebab selama ini, budaya tutur, tradisi percakapan, masih lebih mendominasi masyarakat Indonesia.
Membaca buku perlu menjadi kebiasaan baik. Terutama bagi anak-anak muda, yang dalam era dengan sosial media, lebih akrab dengan gambar atau video.
Mirip dengan itu, untuk tingkat internasional ada pula yang namanya Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia. Peringatan ini ditetapkan oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada setiap 23 April.  Tujuan World Book and Copyright Day adalah untuk meningkatkan kesadaran bahwa membaca adalah hal yang sangat penting dan banyak mempengaruhi kehidupan.
Indonesia secara pemeringkatan literasi dunia, masih menempati posisi runner up; kedua dari bawah. Data UNESCO menyebut, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan. Sangat rendah, hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang di Indonesia, hanya 1 yang membaca buku.
Sementara itu, riset bertajuk World's Most Literate Nations Ranked, yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, hasilnya juga tidak jauh berbeda. Lagi-lagi Indonesia dinyatakan menduduki peringkat buncit. Urutan ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Padahal, senyatanya, kalau dari dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia masih lebih baik dari negara-negara Eropa.
Smartphone Canggih, Literasi Minim
Beberapa kali dalam grup di media sosial, khususnya Facebook, saya menemukan kasus-kasus, yang boleh dikatakan "memperihatinkan". Mengapa? Orang belum membaca tautan berita atau artikel yang dimaksud, sudah menjustifikasi terlebih dulu dengan beragam komentarnya.