Di era tahun 1970-an, mudik mulai menjadi tren kala menjelang lebaran tiba. Rombongan yang melakukan mudik tidak lagi terbatas pada kelompok-kelompok pekerja. Tapi skalanya mulai meningkat.
Aneka moda transportasi akhirnya terus ditambahkan, seperti bus, kapal dan pesawat. Demi memperlancar arus pergerakan massa yang punya dampak luas ini.
Hingga memasuki dasawarsa 1980-an, mudik menggunakan transportasi pribadi menjadi alternatif lain. Dan semenjak inilah, istilah mudik menjadi tren baru. Menjadi pengganti istilah dari sekadar “pulang kampung, silaturahmi dengan keluarga besar, halal bi halal dengan bersama di daerah”.
Pada perkembangan berikutnya, mudik menjadi salah satu program resmi dari pemerintah. Ada penanganan khusus menghadapi mobilitas akbar tahunan ini.
Asal Kata
Memang, mudik seakan menjadi tradisi rutin tahunan. Ini yang namanya "mudik massal". Ada pergerakan besar-besaran manusia. Dari satu tempat ke tempat lainnya.
Arti kata mudik sendiri jika mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artinya adalah pulang ke kampung halaman. Barangkali mengambil istilah mudik atau udik yang berarti desa, dusun, atau kampung.
Sementara dalam bahasa Jawa, mudik merupakan akronim dari "mulih dhisik" atau "mulih dhiluk". Artinya pulang dulu atau pulang sebentar ke kampung halaman. Hanya sesaat menengok keluarga setelah beberapa waktu merantau ke tempat yang jauh dari famili.
Hampir mirip dengan itu adalah akronim “Menuju Udik” dalam Bahasa Betawi. Udik sendiri berarti kampung.
Jadi kalau orang Jawa “mudik” yang berarti hendak pulang ke kampung halaman. Maka orang Betawi menyebut diri mereka akan kembali ke udik (menuju kampung).
Mudik Tak Sekadar Tradisi