Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Remaja Berprestasi Sepi Peminat, Remaja Birahi Banjir Penikmat

26 April 2022   19:00 Diperbarui: 26 April 2022   19:02 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
UU TPKS semoga jadi payung hukum yang mumpuni, melindungi perempuan yang sering menjadi korban (foto: ANTARA/Hafidz Mubarak)

Di satu sisi, warganet lainnya yang penasaran, terus menanyakan kabar, apakah tautan itu benar atau tidak? "Bagi file dong, minta link-nya" dan beberapa komentar yang senada dengan itu terus bermunculan di akun-akun yang kelihatannya juga masih baru dibuat.

Seperti sebuah pasar. Ada permintaan, ada pula penawaran. Ada yang mempublikasikan tangkapan layar berisi gambar-gambar saru dan video yang dimaksud. Tujuannya supaya orang percaya bahwa dia punya "barang original" yang kini lagi banyak diburu.

Nah, media online sebagai pemberi kabar berita tadi, tugasnya di mana terhadap kasus seperti ini? Tentu saja seperti tulisan ini juga, barangkali. Maksudnya baik supaya jangan ikut-ikutan mencari link, tautan yang ditawarkan. Sebab tidak ada jaminan bahwa "barang"-nya asli. Tak usah diburu karena berisikan konten tak senonoh. Tak baik dan tak berguna.

Edukasi yang dilakukan media hanyalah sebatas memberitakan sebuah persoalan atau kasus yang sedang naik daun. Titik. Belum ada solusi paten dan mujarab untuk bisa mencegah beredarnya konten amoral tersebut. Selanjutnya, tetap menjadi tanggung jawab personal dari pembacanya.

Maka, pada sisi sebaliknya, dengan makin meluasnya foto dan video dari remaja yang dulu aktif sebagai pemain streamer game PUBG ini, secara tidak langsung publik makin "mengintimidasi" hak dan privasi yang bersangkutan untuk bisa berbenah diri. Walau tak secara langsung berada di kelompok yang suka bermain di ranah puritan (merasa suci dan paling benar), tapi pembiaran semacam ini juga tak mendidik.

 

UU TPKS dan Perlindungan Hukum pada Korban KSBE 

DPR RI telah mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang TPKS pada 12 April 2022 lalu. Tentu ini menjadi angin segar khususnya bagi para perempuan yang kerap menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.

Salah satu pasal yang menarik adalah munculnya pengkategorian 9 (sembilan) jenis tindak pidana yang termasuk dalam "kekerasan seksual" tersebut. Di antaranya disebutkan yaitu Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE). Aturan rincinya tertuang dalam Pasal 4, 14, 15, 46, 47, dan 70.

Dalam Pasal 14 UU TPKS ayat 1, mengatur 3 (tiga) hal yang digolongkan dalam KSBE, yaitu:

  1. Melakukan perekaman dan atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar.
  2. Mentransmisikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual.
  3. Melakukan penguntitan dan atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi atau dokumen elektronik untuk tujuan seksual.

Adapun sanksi pidana terhadap orang yang terbukti melakukan KSBE, hukuman maksimalnya berupa denda sebesar Rp 200 juta. Juga bisa diakumulasikan dengan pidana penjara maksimal 4 (empat) tahun lamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun