Seperti pertentangan batin, bukan? Memberi, salah. Tidak memberi, salah. Â Jadi serba salah. "Maju kena mundur kena," kalau pinjam judul film Warkop DKI.
***
Pernah pula sih pengalaman sendiri. Sudah lama kejadiannya sebelum pemerintah kota punya strategi dan aksi bersih-bersih jalanan. Merapikan pemandangan kota dari keberadaan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial).Â
Ada seseorang yang biasanya mangkal di perempatan jalan, sedang mengoles-oles kakinya dengan semacam obat merah. Biar terlihat nyata dan timbul belas kasihan dari pengguna jalan. Lha, ternyata selama ini kita ditipunya agar bisa mendapatkan uang yang banyak...
Lain lagi dengan cerita peminta-minta yang masuk-keluar kampung. Kepada beberapa orang yang ditemui, terkesan mereka menceritakan hal yang sama. Kepada ibu-ibu atau kaum perempuan biasanya yang tidak tega'an dengan cerita-cerita sendu.
Mereka datang ke kota ini, mencari saudaranya atau anaknya yang terpisah. Hendak menuju pada suatu alamat tertentu, tapi uangnya masih kurang. "Bisakah saya minta tolong untuk meminjamkan/memberikan uang?"
Memang tak besar juga sih, antara 2-5 ribu sebagai ongkos angkot. Tetapi kalau yang jadi sasaran ini jumlahnya banyak, hasilnya kalau dikumpulkan juga cukup lumayan juga...
***
Nah, tambah 'sadis' lagi, peristiwa kebetulan kok lagi-lagi membuka fenomena tersembunyi. Ternyata para peminta-minta ini pada jam tertentu ada yang menjemputnya. Berombongan dengan menaiki mobil. Nah, lho....
Jadi atas beberapa kejadian tersebut, sekarang ini kalau mau berbuat baik pun harus pilah dan pilih. Bukan apa=apa, supaya tepat sasaran dan pemberian itu juga memang bermanfaat bagi yang memang benar-benar membutuhkan.
Serpihan kisah ini memang tak ada kaitannya dengan peringatan Nyepi 2022 kemarin. Hanya meminjam momen sakral sebagai perenungan, bagaimana sebenarnya kita bisa memosisikan diri secara tepat.