Saya percaya, HTM yang murah bisa menjadi salah satu upaya dari pengelola untuk mempertahankan eksistensinya. Mereka sudah di-support oleh yang lainnya. Pemasukan dari pengunjung, sebenarnya juga tak banyak amat.Â
Bisa dibilang, mendirikan dan mengelola museum adalah "proyek rugi". Hanya karena niat baik untuk memberikan edukasi dan menjaga warisan, itulah yang tetap menjadikannya harus dipertahankan. Apalagi jika museum ini berfokus pada bidang sejarah.
Mengenali dan mengenalkan museum agar lebih dicintai masyarakat di era digital saat ini, antara lain misalnya:
1. Kemasan Edukasi Digital
Pengelola museum memperkenalkan sebagian koleksinya melalui tayangan online. Dengan begitu orang tahu di alamat 'ini' ada museum 'ini'. Isinya berupa koleksi bla-bla-bla....
Semacam promosi wisata, hingga orang bisa 'tersadar' dan ingin berkunjung ke sana. Paling tidak ini akan memberikan gambaran awal sebuah museum yang akan didatangi.
Termasuk juga menyediakan (memperbanyak atau menggandeng) "pemandu" yang punya kemampuan pengetahuan mumpuni dan interaksi yang baik. Misalnya para sukarelawan atau mahasiswa magang. Dengan catatan jika museum sudah makin banyak peminatnya.
Sebab, keengganan orang datang kedua kalinya atau tak merekomendasikan tempat kunjungan karena faktor ketidaksesuaian promosi online dengan kenyataannya.
2. Mentalitas Positif
Bagi pengunjung, wisata ke museum diusahakan ibarat bermain detektif. Harus bisa menemukan sesuatu yang bisa bermanfaat. Berpetualang di museum akan menemukan hal-hal baru yang kadang out of the box.
Sisi positif yang sama ini tentunya juga wajib dimiliki oleh pengelola museum. Supaya mereka tidak terjebak pada rutinitas yang terus berjalan. Dari dulu ya begitu saja, tidak ada perubahan yang bisa membuat orang tertarik datang ke museum. Hanya peminat tertentu pangsa pasarnya.