Sudah beberapa kali istilah "Toxic" diperkenalkan di kanal ini. Jadi penasaran... Apa sih sebenarnya arti kata ini?
Tahunya saya dalam istilah medis, kesehatan, ilmu biologi adalah "toksin". Menurut KBBI, itu artinya zat racun yang dibentuk dan dikeluarkan oleh organisme yang menyebabkan kerusakan radikal dalam struktur atau faal, merusak total hidup atau keefektifan organisme pada satu bagian.
Lantas apakah “toxic” ini adalah padanan katanya dalam Bahasa Indonesia? Entahlah, media arusutama (mainstream) masih mempertahankannya dalam mempergunakan istilah asli dalam Bahasa Inggris ini.
Toxic artinya adalah racun. Dalam bahasa gaul biasanya ditujukan kepada orang-orang yang sikapnya buruk. “Orang toxic”, julukan ini umumnya diberikan terhadap mereka yang selalu ingin menang sendiri dan menganggap orang lain lebih buruk darinya.
Dalam pengertian lebih "akademis", ‘Toxic’ adalah istilah untuk seseorang yang punya sifat “beracun”. Sebuah sifat pribadi yang suka menyusahkan dan merugikan orang lain, baik itu secara fisik ataupun emosional.
Seseorang bisa dianggap menjadi ‘racun’ ketika ia menebarkan sesuatu yang bersifat negatif ke lingkungan sekitarnya. Jadi keberadaan orang ini punya efek buruk alias pengaruh negatif bila berada dalam sebuah komunitas tertentu.
Nah, istilah baru ini kalau diuraikan satu-persatu kesannya malah seperti 'dipaksakan' ya? Sebab artinya saling bertolak belakang. Satunya negatif, satunya positif. Plus dan minus bila disatukan jadi netral. Itu kalau memahami dalam sudut pandang keilmuan lainnya.
Tapi, tak mengapalah, yang penting inti dari istilah ini bisa juga dimengerti. Sama seperti ada ungkapan “menebar virus kebaikan”.
Lha, tapi memangnya ada virus yang menguntungkan? Sifat dasar virus itu jelas merugikan. Ia mirip dengan parasit sifat hidupnya. Apakah kalau parasit tumbuh menempel di sebuah batang tanaman, ia dibiarkan begitu saja? Tentu tidak! Daya hidup parasit kecepatan tumbuhnya melebihi tumbuhan yang asli. Kalau dibiarkan ia justru yang akan menguasai tanaman induk.
Kalau yang berguna adalah bakteri. Ada yang justru dengan keberadaannya, akan menguntungkan. Tidak saja yang bersifat merugikan. Misalnya bakteri pengurai. Ada ‘kan minuman fermentasi yang produknya dipromosikan terang-terangan isinya "bakteri baik"? Bakteri pengurai di dalam tanah, punya sisi baik untuk menyuburkan dan menggemburkan tanah. Dan sebagainya...
Toxic Positivity Effect
Dalam bahasa religius, kita tak asing dengan kalimat "Tuhan tidak membiarkan hamba-Nya mengalami cobaan yang melebihi kekuatannya."
Maka, untuk memberikan dukungan moral, memberi penghiburan, kata-kata positif akan selalu muncul. Misalnya, "Sabar ya,... yang tabah. Ikhlaskan..."
Itu ditujukan kepada orang yang sedang berduka. Kepada orang yang ditinggalkan pergi selamanya.
Bagi yang sedang sakit, "Kamu kuat, kamu bisa. Tetap semangat, ya ...!"
Demikian juga bila seseorang mengalami kegagalan. Tak berhasil dalam sebuah arena perlombaan atau pertandingan. Tidak lolos dalam tes kerja atau masuk PTN. "Sudah, jangan bersedih. Tempatmu mungkin bukan di sana. Barangkali ke depan bisa dicoba lagi."
Kata-kata penyemangat, memberi penghiburan seperti itu meskipun ada kalanya jadi terkesan biasa, basa-basi, formalitas, tapi punya efek yang menenangkan. Setidaknya bisa memberikan sedikit kelegaan, mengurangi beban dalam pikiran dan batin orang yang sedang lara tersebut.
Kata adalah Doa
Kata, kalimat yang terucap dari mulut seseorang adalah sebuah doa. Pun demikian kata atau kalimat yang dituliskan seseorang mengandung pesan yang sama.
Dari sebuah pesan yang positif terkandung harapan baik dan bernilai positif juga. Demikian juga bila yang terjadi sebaliknya. Kata negatif, umpatan, makian, celaan; tanpa diberi contoh pun sudah bisa ditebak ke mana arah larinya. Sangat tidak mengenakkan.
Tentu, ‘orang-orang baik’ ingin mendapatkan dan mendatangkan kebaikan bagi sekelilingnya. Maka jangan berhenti untuk menyebarkan warta kebaikan itu.
Sejuta kebaikan bisa didapatkan dari mula kebaikan sederhana. Langkah kecil ini kalau sudah terbiasa dijalankan, tak akan sukar dan bisa menjadi sebuah kebiasaan (habitus) baru yang baik.
Walaupun terkadang juga berat dan tak mudah melakukannya, tetaplah menyediakan diri dan mengalami " Toxic Positivity”.
Selamat menebar kebaikan ...
Simak Bagian II: "Toxic Positivity; Perilaku Positif yang Bisa Jadi Negatif"
30 Juli 2021
Hendra Setiawan
*) Sebelumnya: Yang Terluka, yang Menyembuhkan
**) Tulisan lain (Artikel Utama):
Cegah Perundungan pada Anak dari Sekarang!
Pengalaman Ikut Vaksinasi Massal dan Upaya Meningkatkan Sisi Kesadaran Kemanusiaan
Niat Berbuat Baik, Ending-nya Malah Jadi Tidak Baik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H