Kalau dulu, diary itu malah kalau bisa jangan sampai orang lain tahu, "malu". Kini diary modern justru akan membuka diri kepada publik.
Artinya, dulu menulis hanya untuk kesenangan pribadi. Sekarang harus diubah mindset-nya. Menulis juga untuk dibaca orang lain. Jadi harus bisa berpikir lebih dewasa lagi.
Tentu dengan membuka diri dari ruang pribadi ke tempat umum, harus bisa mencitrakan diri yang lebih positif. Personal branding dengan cara menulis karya untuk umum, akan dinilai oleh pembacanya.
Memang tak bisa mutlak menilai karakter seseorang dari tulisan yang hanya beberapa buah. Tetapi secara prinsip dasar bisa. Misalnya pesan-pesan atau harapan dari setiap tulisan yang dimunculkannya.
Tantangan
Belajar untuk konsisten dalam menulis memang tidak mudah. Harapan itu kadang juga hanya menjadi sebatas impian. Perlu tekad bulat mewujudkannya.
Kecuali kalau suatu ketika memang tak punya waktu longgar dalam sehari untuk menulis, bisa dimaklumi. Karena sakit, beban kerja yang menumpuk, dan sebagainya. Realis saja untuk ini. Terlebih misalnya kalau alatnya lagi rusak atau error. Itu semua sudah di luar kendali.
Namun dalam sehari itu, ada waktu cukup longgar, menyediakan diri untuk menulis, juga jadi masalah kalau tak benar-benar bisa berkonsentrasi. Bukan masalah ide yang datang. Karena ia bisa didapatkan dari mana saja, termasuk ketika sedang melihat, membaca, mendengar berita/kabar atau  mengalami langsung sebuah peristiwa.
Ini adalah tulisan ke-400 secara urutan karya di Kompasiana. Dibilang banyak, ya banyak. Dibilang sedikit, ya sedikit. Dilihat dulu perbandingannya dengan jumlah yang baru tampil atau sudah berkarya lebih dulu.
Terlepas dari soal jumlah, yang bisa dianggap penting, tapi bisa juga tidak. Justru dengan makin bertambahnya jumlah karya seperti ini, maka tantangan pun sepertinya makin bertambah berat. Soal menjaga kontinuitas dan konsistensi dalam karya tadi. Baik secara kuantitas dan kualitasnya.
Pinjam pepatah atau peribahasa, "Biar lambat asal selamat" atau "alon-alon waton kelakon" (pelan-pelan asal terlaksana). Menulis itu bukan untuk 'gagah-gagahan', jadi ajang pamer karya. Namun sebagai sarana mengasah kemampuan. Â Mengelola talenta yang Dia berikan. Agar berguna bagi diri sendiri dan juga bermanfaat bagi orang lain.
Semoga corat-coret ini bisa menjadi insiprasi. Salam damai bagi kita semua....
24 Juni 2021
Hendra Setiawan