Ada banyak pengertian atau definisi menurut para ahli. Namun, secara umum, literasi dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.
Dalam perkembangannya, definisi literasi berkembang sesuai perkembangan zaman. Tidak lagi soal kemampuan dalam membaca dan menulis semata. Ia sudah merambah pada praktik kultural yang berkaitan dengan banyak persoalan. Bisa dunia sosial, politik, budaya, keuangan, dan lain-lain.
Makanya, secara lebih spesifik, ada pula pengertian-pengertian khusus lagi seperti: literasi media, literasi komputer, literasi sains, dan sebagainya. Tergantung pada sisi mana pemahaman literasi itu dilekatkan.
Berliterasi secara kritis dalam masyarakat yang demokratis, terangkum dalam 5 (lima) verba (kata kerja yang merujuk pada tindakan), yaitu: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks. Kesemuanya ini merujuk pada kompetensi atau kemampuan yang lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis.
Ironi Penguasaan Literasi vs Kemudahan Gadget
Entah, hasil survei ini apakah sudah ada perubahan atau pembaruan data atau belum. Tapi sementara data yang beredar adalah seperti ini.
Membaca hasil kesimpulannya saja, memang memprihatinkan. Coba saja bayangkan, Indonesia menempati ranking ke-62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi. Dengan kata lain, berada di 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Itu adalah survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019.
Lebih jauh lagi, UNESCO menyebutkan Indonesia berada di urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Artinya minat baca warganya sangat rendah.Â
Menurut data UNESCO itu, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.