Kerja dari Rumah
Kalau pekerjaannya bukan terkait fisik --maksudnya bukan wajib dan butuh kehadiran secara riil-- meskipun sudah izin rehat kerja, ada baiknya juga untuk tetap menjaga komunikasi dengan pemberi kerja. Termasuk juga rekan kerja yang lain, yang mungkin masih awam dan butuh saran pemikirannya.
Namun kondisi demikian ini hanya berlaku jika kondisi sakitnya tak mengharuskan seseorang wajib istirahat total, tak boleh diganggu gugat.
Beda lagi jika saran kesehatan dari dokter menganjurkan bed rest. Mau tak mau, urusan kerja jadi tak prioritas lagi. Bisa tambah sakit dan tak kunjung sembuh.
Menjaga Kualitas Diri
Kalau masa pandemi sekarang, alternatif pilihan akan makin banyak lagi. Biarpun kondisi sehat, tapi jika seseorang positif terindikasi Covid-19, ya tetap saja tak bisa ngantor.Â
Walaupun tetap izin kerja, namun perlu juga membuat semacam "janji diri". Bahwa ia akan memberikan kompensasi lain agar tetap dianggap sebagai pekerja yang punya etika yang baik. Beban moral dan tanggung jawab pekerjaan, tetap dilaksanakan, walaupun tak bisa masuk kerja. Tak enak rasanya juga kalau dikata sebagai orang yang "makan gaji buta".
Kualitas seorang pekerja yang baik di mata orang lain atau perusahaan pemberi kerja, tentu melihatnya dari cara pekerja itu me-manage diri terhadap pekerjaan yang diembannya.
Izin kerja tidak bisa masuk kerja bukan berarti seperti sedang menikmati masa liburan. Bisa bebas lepas dari beban pekerjaan. Namun justru akan menambah kuantitas dan kualitas kerja di kemudian hari.
Sama seperti orang hutang waktu. Kalah start dengan yang lain, tapi finish-nya jangan sampai tertinggal jauh. Malah kalau bisa tetap sesuai target sebelumnya. Apalagi jika terikat dengan kontrak waktu dengan pihak III.
Tapi yang namanya sakit, itu juga seperti kondisi force majeur. Tak bisa diprediksi dan hukum alam. Jadi, meskipun tidak melalaikan pekerjaan yang sudah dipercayakan, fokus pada kesehatan diri juga penting. Memulihkan diri, menjaga stamina, dan kembali sehat, jadi prioritas utama.