Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Efek Peltzman dan Titik Lengah Ancaman Covid-19

4 Juni 2021   16:30 Diperbarui: 4 Juni 2021   16:52 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kabar24.bisnis.com

"Saya 'kan sudah memakai helm, jadi aman kalau terjadi benturan."
"Saya 'kan sudah rajin minum vitamin, jadi aman dari ketularan flu."
"Saya 'kan sudah vaksin, jadi aman terhadap penyakit ganas itu."

Perilaku meng-gampang-kan seperti contoh pernyataan di atas banyak ditemui di sekitar kita. Dengan alasan sudah "memiliki perlindungan" sehingga menyepelekan risiko yang tetap akan terjadi.

Padahal dalam hal apapun, risiko tetap ada, walaupun satu persen sekalipun. Kemungkinan terjadinya hal-hal yang tak diharapkan, tetap bakalan ada. Tidak akan hilang, dijamin mutlak 100 persen. Faktor risiko, tidak pernah memandang apakah seseorang sudah memperlengkapi diri dengan alat perlindungan ataukah belum.

Perlindungan diri bukan berarti meminimalkan risiko hingga nol persen. Jadi, kemungkinan orang sehat bisa jatuh sakit, atau tertular penyakit, itu tetap ada. Sebuah tindakan preventif dengan cara melindungi diri terlebih dulu, fungsinya adalah meminimalkan potensi risiko bahaya yang ada. Dampak atau efek yang lebih buruk jika tanpa perlindungan apa-apa.

Efek Peltzman

Dalam dunia medis, persepsi rasa aman bisa disebut sebagai "Efek Peltzman". Meskipun demikian, sebenarnya teori ini justru tidak lahir dari rahim dunia kesehatan.

Teori Efek Peltzman kali pertama diperkenalkan oleh ekonom Sam Peltzman dari Chicago University  dalam studinya yang berjudul "The Effects of Automobile Safety Regulation". Karyanya itu diterbitkan dalam Journal of Political Economy pada tahun 1975. 

Dalam studinya, Sam Peltzman mempelajari tentang apakah langkah-langkah keamanan mobil seperti sabuk pengaman, dan teknologi keselamatan lainnya mampu menurunkan angka kematian karena kecelakaan mobil? Menurut Peltzman, teknologi pengaman mobil ternyata tidak menurunkan angka kematian karena kecelakaan mobil.

Mengapa demikian, karena dengan adanya teknologi pengaman mobil tersebut, pengemudi justru merasa lebih aman. Sehingga dari hal tersebut, orang akan cenderung mengemudikan mobil dengan cara yang lebih beresiko, lebih ugal-ugalan. Akibatnya, kecelakaan dan kematian karena mobil tetap meningkat.

Nah, berkaca dari hal tersebut, teori Efek Peltzman juga dipakai untuk kalangan medis. Sebuah kondisi untuk menggambarkan situasi ketika orang menjadi ceroboh atau lengah. Sudah tak lagi melakukan kontrol ketat dan mengabaikan prosedur keamanan (protokol kesehatan) sudah diterapkan. Puncaknya, bisa kembali melakukan hal-hal yang berisiko terhadap kesehatan diri dan lingkungan.

Termasuk juga dalam hal pemberian vaksin sebagai langkah preventif, khususnya yang kini sedang melanda dunia. Ancaman bahaya penularan Covid-19 dan aneka varian mutasi virus tersebut.

Protokol kesehatan walaupun sudah dilakukan, tetap akan memiliki risiko yang sama, bilamana tidak waspada. Bisa jadi karena "merasa sudah aman dan kebal" tadi. Merasa sudah punya antivirus dalam tubuh. Jadi bisa merasa lebih rileks dan aman risiko penularan.

Titik Lengah

Efek Peltzman yang perlu juga untuk diwaspadai dan bisa menjadi titik lengah justru datangnya dari keluarga, teman, atau komunitas terdekat lain.

Karena terlihat sehat secara fisik, prinsip kehati-hatian menjadi kurang. Tindakan untuk memakai masker, menjadi lebih longgar. Merasa lebih aman dalam menghadiri atau membuat kerumunan tanpa menjaga jarak aman. Mencuci tangan sesuai instruksi kesehatan, juga tak lagi terkontrol ketat.

Penerapan disiplin kesehatan tetap diperlukan meskipun seseorang sudah memiliki 'alat proteksi diri.' Jangan merasa girang apalagi sudah melakukan tes dan hasilnya negatif. Padahal tes itu sifatnya real time. Berlaku pada saat yang sama. Hasil tes negatif tidak berarti dan menjamin bebas virus 100 persen setelah saat itu.

Lebih baik waspada dan 'curiga' dengan mereka yang tidak tinggal serumah. Apalagi ketika kumpul-kumpul di tempat publik (mall, restoran, dan termasuk rumah ibadah). Menghadiri hajatan (pesta pernikahan, upacara kematian) yang mengundang banyak tamu.

Bentuk kewaspadaan dan 'kecurigaan' ini akan membantu diri sendiri dan orang lain. "Saya menjaga diri supaya tidak tertular atau menularkan virus kepada Anda. Demikian juga sebaliknya, Anda tidak sedang menulari saya dan sedang menjaga diri sendiri."

Salam sehat dan terus semangat....

4 Juni 2021

Hendra Setiawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun