Pada kompleks GNI, terdapat pula makam dr. Soetomo. Keberadaannya di tempat ini memang atas keinginannya sendiri semasa hidupnya. Namun, makamnya ini tidak bersama dengan sang istri alias sendiri. Sebab sang istri meninggal terlebih dulu dan dimakamkan di komplek makam Belanda Kembang Kuning.
Koleksi Bersejarah
Museum dr. Soetomo terdiri dari bangunan dua lantai yang terdiri dari barang-barang pribadi. Ada sekitar 328 koleksi yang berupa alat-alat kesehatan dan juga foto-foto tersedia di sini.
Ada koleksi semasa ia menjadi dokter (spesialis kulit dan kelamin) di Rumah Sakit CBZ (Central Burgelijke Ziekeninrichting). RS masa Hindia Belanda ini kemudian berganti nama menjadi RS Simpang, dan terkini menjadi gedung Plaza Surabaya. Selain itu ada koleksi cerita mengenai perjuangan dr. Soetomo semasa hidupnya, hingga pernikahannya dengan perempuan Belanda, Everdina J. Broering.
Sebelum menjadi museum, lokasi gedung sebelumnya pernah dipakai sebagai Bank Nasional Indonesia, yang dibangun tahun 1930. Kemudian baru diresmikan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini pada November 2017 sebagai museum.
Mueum ini beroperasi pada Senin--Jumat mulai pkl. 08.00--16.00 WIB. Sedangkan Sabtu dan Minggu mulai pkl. 07.00--15.00 WIB. Tidak ada biaya untuk mauk ke lokasi museum alias gratis.
Pers Sebagai Warisan
Perjuangan dr. Soetomo yang sering terluput dari perhatian adalah soal gagasannya yang ingin menjadikan media sebagai sarana untuk mencerdaskan dan mempersatukan bangsa. Buah karyanya itu akhirnya terpatri lewat sebuah majalah berbahasa Jawa (ngoko alus; bahasa Jawa tingkat pertama tapi halus) yang terbit secara mingguan bernama Panjebar Semangat.Â
Dari Surabaya, majalah ini terbit pertama pada 2 September 1933 dan masih eksis hingga kini. Wah, hebat juga. Padahal Surabaya bukan "pusat bahasa Jawa" :). MURI bahkan mengukuhkannya sebagai majalah tertua di Indonesia.