Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memburu Jejak Sang Pahlawan Kebangkitan Nasional

23 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 23 Mei 2021   10:12 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak depan museum dr. Soetomo dengan pendopo di belakangnya (foto: dok. pribadi)

Pendidikan dan Kebangkitan. Begitulah jika dua nama hari besar bersejarah yang jatuh di bulan Mei ini disatukan. Ya, pendidikan dan kebangkitan sama-sama memiliki nilai sejarah yang tinggi. 

Seperti kata Sang Proklamator, "Jangan sekali-sekali melupakan sejarah!" Ada baiknya jika menengok kembali jejak dan warisan dari seseorang yang erat dengan peristiwa Kebangkitan Nasional.

Memperingati hari Kebangkitan Nasional tentu tak bisa lepas dari nama dr. Soetomo. Perannya dalam dua dasawarsa sebelum Proklamasi Kemerdekaan terabadikan pada Museum dr. Soetomo. Lokasinya ada di dekat area kompleks museum Tugu Pahlawan, berada di Jl. Bubutan 85-87 Surabaya.

Di luar profesinya sebagai dokter, Soetomo adalah tokoh pendiri Boedi Utomo, organisasi pergerakan kemerdekaan pertama di Indonesia. Pada tahun 1903, ia menempuh pendidikan kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Bersama teman-teman dari STOVIA inilah, pria yang terlahir dengan nama Soebroto ini mendirikan organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908.

Menelusuri jejak pergerakan pria yang lahir di Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur, 30 Juli 1888 dalam bidang politik itu ternyata tidak berhenti pada 1908 itu saja. Pada tahun 1924, Soetomo mendirikan Indonesian Studyclub. Kemudian di tahun 1930, dia dan teman-temannya mendirikan Partai Bangsa Indonesia. Lima tahun berikutnya, 1935, Partai Indonesia Raya (Parindra) juga berdiri atas peran sertanya.

Sumber: Instagram @surabayasparkling
Sumber: Instagram @surabayasparkling

Saksi Sejarah

Museum dr. Soetomo ini berada di belakang Pendopo Gedung Nasional Indonesia (GNI), yang dulu sering disewakan untuk hajatan perkawinan. Pendopo yang gampang terlihat dari jalan raya ini menjadi saksi sejarah tempat pertemuan organisasi pergerakan sebelum masa kemerdekaan.

Sejarah lain mencatat, GNI juga menjadi tempat pembentukan Komisi Nasional Indonesia (KNI) serta pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jatim pada Agustus 1945.

Sebagai bekas Karesidenan Surabaya, tempay ini juga menjadi salah satu lokasi terjadinya pertempuran 10 November antara Arek-arek Suroboyo dan tentara Sekutu.

Pada podium depan pada area di dalam pendopo akan dijumpai meja yang terbuat dari kayu jati. Secara melingkar ada  10 kursi, dengan ornamen Jawa yang unik. Meja tersebut sering dipakai dr. Soetomo saat mengadakan rapat pergerakan.

Pada kompleks GNI, terdapat pula makam dr. Soetomo. Keberadaannya di tempat ini memang atas keinginannya sendiri semasa hidupnya. Namun, makamnya ini tidak bersama dengan sang istri alias sendiri. Sebab sang istri meninggal terlebih dulu dan dimakamkan di komplek makam Belanda Kembang Kuning.

Sumber: Instagram @surabayasparkling
Sumber: Instagram @surabayasparkling

Koleksi Bersejarah

Museum dr. Soetomo terdiri dari bangunan dua lantai yang terdiri dari barang-barang pribadi. Ada sekitar 328 koleksi yang berupa alat-alat kesehatan dan juga foto-foto tersedia di sini.

Ada koleksi semasa ia menjadi dokter (spesialis kulit dan kelamin) di Rumah Sakit CBZ (Central Burgelijke Ziekeninrichting). RS masa Hindia Belanda ini kemudian berganti nama menjadi RS Simpang, dan terkini menjadi gedung Plaza Surabaya. Selain itu ada koleksi cerita mengenai perjuangan dr. Soetomo semasa hidupnya, hingga pernikahannya dengan perempuan Belanda, Everdina J. Broering.

Sebelum menjadi museum, lokasi gedung sebelumnya pernah dipakai sebagai Bank Nasional Indonesia, yang dibangun tahun 1930. Kemudian baru diresmikan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini pada November 2017 sebagai museum.

Mueum ini beroperasi pada Senin--Jumat mulai pkl. 08.00--16.00 WIB. Sedangkan Sabtu dan Minggu mulai pkl. 07.00--15.00 WIB. Tidak ada biaya untuk mauk ke lokasi museum alias gratis.

Kantor Redaksi majalah Panjebar Semangat. Masih satu kompleks dengan museum (sumber: ayosurabaya.com)
Kantor Redaksi majalah Panjebar Semangat. Masih satu kompleks dengan museum (sumber: ayosurabaya.com)

Pers Sebagai Warisan

Perjuangan dr. Soetomo yang sering terluput dari perhatian adalah soal gagasannya yang ingin menjadikan media sebagai sarana untuk mencerdaskan dan mempersatukan bangsa. Buah karyanya itu akhirnya terpatri lewat sebuah majalah berbahasa Jawa (ngoko alus; bahasa Jawa tingkat pertama tapi halus) yang terbit secara mingguan bernama Panjebar Semangat. 

Dari Surabaya, majalah ini terbit pertama pada 2 September 1933 dan masih eksis hingga kini. Wah, hebat juga. Padahal Surabaya bukan "pusat bahasa Jawa" :). MURI bahkan mengukuhkannya sebagai majalah tertua di Indonesia.

Bravo buat kota Pahlawan, tak salah julukan ini disematkan padanya. Dari Surabaya, selamat menjadi bangsa yang tangguh, yang tak pernah lupa pada sejarahnya...

23 Mei 2021

Hendra Setiawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun