Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Penjual Semanggi

29 April 2021   17:45 Diperbarui: 29 April 2021   17:45 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: makanabis.com

Penjual Semanggi

Berjalan dari kampung ke kampung
Seakan tak kenal rasa lelah
Sambil menggendong aneka bahan makanan dalam satu wadah
Kauteriakkan, "Semanggi...."

Suaramu tak lagi lantang dan panjang
Tapi cukuplah untuk terdengar
Ini hari ketika kaulewat di kampung kami
Entah bagaimana caranya kaumengatur jadwal keliling ini

Usiamu dan generasimu seangkatanmu tak ada yang muda
Semua sudah tergolong lansia
Atau setidaknya mendekati pra-lansia
Ya, nampaknya susah mencar kader yang baru

Kaugigih berjuang, demi menjajakan barang dagangan
Makanan khas kota Pahlawan, "Semanggi Suroboyo"
Supaya tetap dikenal, jangan sampai musnah
Dan hanya tinggal dalam kenangan manis sebuah alunan lagu

"Semanggi Suroboyo, lontong balap Wonokromo
dimakan enak sekali, sayur Semanggi krupuk puli
Bung... mari....

Harganya sangat murah, sayur Semanggi Suroboyo
didukung serta dijual, masuk kampung, keluar kampung
Bung.. beli...

Sedap benar bumbunya dan enak rasanya
Kangkung Turi cukulan dicampurnya
dan tak lupa tempenya

Mari bung, coba beli, sepincuk hanya setali
tentu memuaskan hati
Mari beli, sayur Semanggi, Bung... beli..."

Asalmu hanya dari satu desa di pinggiran kota
Desa Kendung, Kelurahan Sememi, Kecamatan Benowo
Memang hanya di tempat itulah tanaman Semanggi tumbuh
Eksklusif tak ada di tempat lain untuk dapat berbudidaya

 

Ibu-ibu atau nenek-nenek yang masih gesit melangkahkan kaki
Dengan busana khas tradisional kebaya dan jarit
Tetap setia dalam perjalanan masa, mengemban pangan tradisional bangsa
Walau harga hanya sepuluh ribu rupiah saja per-pincuk (*piring beralas daun)-nya

 

Engkau adalah perempuan yang hebat
Perempuan tangguh secara fisik
Perempuan yang seakan enggan tergoda oleh kemajuan zaman
Hanya demi mempertahankan warisan kuliner turun-temurun

 

28 April 2021
Hendra Setiawan

*) Serial Puisi Esai - Perempuan Pekerja (4)

**) Sebelumnya:  Perempuan Penjual Kopi,  Sang Penghibur,  Sang Biduanita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun